Ia lantas berbicara panjang lebar tentang nilai sebuah pohon. "Apa salah pohon kayu? Dia diam, satu pun enggak ngapa-ngapain," katanya.
"Dia memberikan begitu banyak kebaikan buat manusia, mencegah erosi, memberikan udara, menyaring udara yang segar buat manusia, kok dipotong begitu saja," ujar politikus Gerindra itu, mempertanyakan keserakahan yang terjadi.
Poinnya jelas. Kayu memberi banyak manfaat, tapi manusia justru menebangnya tanpa tanggung jawab. Akibatnya bisa ditebak: bencana alam yang merenggut segalanya. Titiek Soeharto, melalui kemarahannya yang manusiawi itu, seolah mengingatkan kita semua tentang sebuah keseimbangan yang sudah lama goyah.
Artikel Terkait
Beathor Suryadi: Gibran Tak Dimakzulkan, Demokrasi Kita Terus Tergerus
UGM Kembali Revisi Tanggal Kelulusan Jokowi, Kini Jadi 23 Oktober 1985
Mendagri Tito Desak Digitalisasi Bansos: Agar Tepat Sasaran, Tak Lagi Salah Alamat
Indonesia Galang Dukungan Global di WIPO untuk Reformasi Royalti Musik