Suasana di depan Pengadilan Negeri Sungguminasa, Gowa, kemarin sore berubah panas. Aksi unjuk rasa yang awalnya berjalan tertib, tiba-tiba berujung ricuh. Massa yang memprotes penetapan tersangka terhadap seorang mantan lurah, terlibat ketegangan dengan pengendara dan aparat keamanan.
Pemicu keributan itu sederhana, tapi bikin emosi. Puluhan demonstran menutup badan Jalan Trans Sulawesi, arteri utama penghubung di Sulsel. Akibatnya, kemacetan panjang langsung terjadi. Seorang pengemudi minibus yang jalannya terhambat, tak bisa menahan diri. Dia mengamuk, nyaris berkelahi dengan massa yang menghadang.
Untungnya, polisi sigap mengamankan si pengemudi. Bentrokan fisik yang lebih luas bisa dicegah. Namun begitu, ketegangan belum reda. Massa masih berupaya menutup seluruh jalan, sementara barisan aparat berusaha menjaga agar lalu lintas tetap bisa mengalir, meski pelan. Perdebatan sengit pun meletup, menambah hiruk-pikuk di lokasi.
Di balik kericuhan itu, ada persoalan yang mereka anggap serius. Para pendemo menilai ada diskriminasi dalam proses hukum ini. Mantan lurah itu diduga terlibat pungutan liar dalam program PTSL dengan nilai mencapai ratusan juta rupiah. Tapi bagi massa, pasal yang dijebloskan oleh penyidik Polres Gowa dinilai tidak tepat, tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
“Ini soal keadilan,” begitu kira-kira suara yang bergema dari tengah kerumunan.
Artikel Terkait
Gaji Petugas Sapu Asal China di Morowali Tembus Rp18 Juta, Pekerja Lokal Meradang
Kompensasi Rp1,7 Miliar untuk Keluarga Korban Kebakaran Apartemen Pekerja Migran di Hong Kong
Menteri Lingkungan Hidup Buka Suara: 43 Ribu Hektar Hutan Sumatera Lenyap Picu Banjir Bandang
Satelit Tangkap Lanskap Hancur Usai Banjir Bandang Melumat Sumatera