“Apakah sebaiknya tahun-tahun ini kita membalikkan? Yang dulu kita selalu mengedepankan aksi mitigasi dengan segala framing-nya, maka sekarang yang riil kita hadapi adalah aksi adaptasinya,” katanya lagi.
Pertanyaan retoris pun ia lontarkan, terdengar seperti sebuah gugatan. Ia mempertanyakan kemampuan kita menyelamatkan warga saat bencana iklim berikutnya datang.
“Masa toh iya kita enggak mampu menyelamatkan penduduk pada kesempatan berikutnya? Yang sudah kejadian ini sudahlah memang. Tetapi apakah kemudian pada saat climate disaster ini, kemudian kita tidak mampu menyelamatkan penduduk kita? Apa ya seperti itu?”
Di sisi lain, Hanif tak lupa menyebut soal dukungan teknologi. Membangun adaptasi, menurutnya, mustahil tanpa teknologi yang memadai.
“Makanya kemudian perlulah kita membangun adaptasi dengan teknologi yang kita harus bangun di situ,” tandasnya.
Pesan utamanya jelas: waktunya untuk berbalik arah. Fokus pada adaptasi, karena itulah yang langsung berhadapan dengan keselamatan masyarakat. Mitigasi tetap penting, tapi urusannya nanti.
Artikel Terkait
Buronan Sabu 2 Ton, Mami dari Golden Triangle Akhirnya Diborgol di Soekarno-Hatta
Sirine Bahaya Berkumandang di Bantaran Code dan Winongo Usai Hujan Deras
Aktivis Sorot Tiga Menteri di Balik Banjir Bandang dan Ribuan Kayu Gelondongan
Mami Sabu 2 Ton Tiba di Indonesia, Diborgol Kabel Ties Setelah Diekstradisi dari Kamboja