Beberapa waktu lalu, saya dan beberapa teman santri sedang mengkaji hadis menggunakan kitab Bulūgh al-Marām karya Ibnu Hajar al-‘Asqalānī. Tiba-tiba, kami menemukan satu riwayat yang cukup menarik perhatian.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «خَرَجَ سُلَيْمَانُ عَلَيْهِ السَّلَامُ يَسْتَسْقِي، فَرَأَى نَمْلَةً مُسْتَلْقِيَةً عَلَى ظَهْرِهَا رَافِعَةً قَوَائِمَهَا إِلَى السَّمَاءِ تَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنَّا خَلْقٌ مِنْ خَلْقِكَ، لَيْسَ بِنَا غِنًى عَنْ سُقْيَاكَ، فَقَالَ: ارْجِعُوا لَقَدْ سُقِيتُمْ بِدَعْوَةِ غَيْرِكُمْ» رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ
Kira-kira begini terjemahannya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Saw. bersabda bahwa Nabi Sulaiman As. suatu ketika keluar untuk meminta hujan. Di tengah perjalanan, beliau melihat seekor semut yang sedang berbaring telentang. Kakinya diangkat ke langit sambil berdoa, "Ya Allah, kami hanyalah bagian dari ciptaan-Mu. Kami benar-benar butuh pada hujan yang Engkau turunkan." Mendengar itu, Nabi Sulaiman pun berkata kepada rombongannya, "Pulang saja. Kalian sudah diberi hujan berkat doa makhluk lain." Hadis ini diriwayatkan Ahmad dan disahihkan oleh al-Hakim.
Nah, selain pelajaran fikih yang bisa digali, hadis ini sebenarnya menyimpan pesan lebih dalam. Alam semesta ternyata punya keterkaitan yang sangat erat. Sama seperti manusia yang terzalimi doanya mustajab di sisi Allah makhluk lain pun punya "hak" yang serupa. Flora dan fauna, mereka juga punya cara sendiri "memohon" kepada Sang Pencipta.
Bayangkan saja. Kerusakan habitat dan ekosistem yang terjadi belakangan ini, sebagian besar akibat ulah manusia yang rakus. Hutan dibabat, laut tercemar, udara tak lagi bersih. Akibatnya, banyak makhluk kehilangan rumah dan sumber makanan. Mereka terdesak, terusir dari tempat yang semestinya menjadi hak hidup mereka. Dalam keadaan seperti itu, bukan tidak mungkin mereka "mengadu" pada Allah. Memohon agar manusia sadar, berhenti merusak, dan kembali pada fitrah sebagai khalifah yang baik.
Dan pada akhirnya, manusia sendiri yang akan merasakan akibatnya. Selama hatinya belum membatu, pasti akan tersadar juga. Ketika banjir datang, ketika udara panas menyengat, ketika tanah tak lagi subur saat itulah kita diingatkan bahwa segala tindakan ada konsekuensinya.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Seperti firman Allah dalam Surat Ar-Rūm ayat 41: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. Allah membuat mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar." Jelas sekali, bukan?
Di sisi lain, kita harus akui bahwa manusia bukanlah pusat alam semesta. Masih banyak hal di dunia ini yang tak kita pahami. Kita bukan satu-satunya penghuni, apalagi yang berhak mengeksploitasi seenaknya. Untuk menciptakan kehidupan yang damai dan harmonis, manusia harus bisa bersinergi tidak cuma dengan sesamanya, tapi juga dengan alam sekitar.
Artikel Terkait
Prabowo Terjun Langsung ke Lokasi Banjir Bandang Tapanuli
Banjir Bandang Sumatra: Kemenhut Bongkar Modus Pencucian Kayu Ilegal di Balik Tumpukan Gelondongan
Presiden Prabowo Blusukan ke Titik Terparah Banjir Sumatra
Surabaya Serukan Jauhi Penyakitnya, Bukan Orangnya di Hari AIDS Sedunia