Gencatan Senjata Gaza: Janji yang Terus Diingkari
Gencatan senjata di Gaza yang sempat dirayakan banyak pihak, ternyata tak lebih dari secarik kertas. Amerika Serikat sebagai penengah tampaknya tak berdaya. Israel, di sisi lain, dituding telah melanggar perjanjian itu secara sistematis dan masif.
Bayangkan saja, dalam kurun 44 hari sejak gencatan mulai berlaku pada 10 Oktober, pelanggaran dilaporkan terjadi hampir lima ratus kali. Tepatnya 497 kali. Angka yang fantastis untuk sebuah perjanjian damai.
Kantor Media Pemerintah Gaza dengan suara getir melaporkan, serangan-serangan itu telah merenggut nyawa 342 warga sipil. Mayoritas? Anak-anak, perempuan, dan orang tua. Mereka yang seharusnya paling dilindungi justru menjadi sasaran.
Puncaknya, serangan udara Israel pada Sabtu (22/11/2025) menewaskan sedikitnya 24 warga Palestina. Lagi-lagi, anak-anak termasuk dalam daftar korban.
"Kami mengutuk keras pelanggaran ini. Ini adalah pelanggaran mencolok terhadap hukum humaniter internasional dan protokol kemanusiaan yang melekat pada perjanjian," tegas lembaga tersebut.
Pembenaran dari Jerusalem
Lalu bagaimana pihak Israel merespons? Pemerintah Benjamin Netanyahu punya alasan sendiri. Menurut mereka, serangan terbaru itu diluncurkan sebagai balasan atas aksi seorang pejuang Hamas yang menyerang tentara Israel di wilayah yang disebut "garis kuning" Gaza.
Klaim mereka terdengar heroik: serangan balik tersebut berhasil menyingkirkan lima pejuang senior Hamas.
[Gambar: Peta situasi konflik Gaza]
Tapi Hamas tak terima. Izzat al-Risheq, anggota senior biro politik Hamas, menantang Israel membuktikan klaimnya.
"Israel merekayasa dalih untuk menghindari perjanjian dan kembali ke perang pemusnahan," tegasnya.
Artikel Terkait
Percakapan Digital Buktikan Balas Dendam di Balik Penculikan Alvaro
Roblox dan Jaring Gelap Perekrutan Ekstremis di Dunia Maya Anak
Game Online Jadi Medan Baru Perekrutan Anak oleh Kelompok Radikal
Air Mata Hakim Sunoto dan Gugatan dari Balik Jeruji