Lalu, apa saja bentuk pelanggaran yang ditemui? Ternyata cukup beragam. "Mereka macam-macam," ujar Mulyadi. Ada yang harga belinya sudah sesuai aturan, tapi masalahnya di timbangan yang tidak tepat. Ada juga yang sebaliknya, harganya melenceng tapi soal rafaksi (potongan kualitas) justru mengikuti ketentuan. "Pokoknya ada lima kategori," tambahnya singkat.
Proses penindakan ini tidak main-main. Mulyadi menegaskan bahwa penutupan pabrik dan pencabutan izin operasional adalah opsi nyata yang tertuang dalam Pergub. "Kalau sampai teguran kedua tidak diindahkan, maka dicabut operasionalnya," tegasnya. Tim Satgas yang bekerja sama dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) akan menjadi ujung tombak pelaksanaannya di lapangan.
Sementara itu, Kepala Dinas KPTPH Lampung, Elvira Umihanni, sudah menyebut dua nama. Dua perusahaan yang telah menerima surat peringatan pertama adalah PT Samudra Intan Perkasa yang berlokasi di Lampung Utara dan PT Bumi Sakti Perdana Laujaya di Tulang Bawang Barat. "Diberikan surat peringatan pertama," kata Elvira. Ia mengingatkan, jika peringatan ini masih diabaikan, surat peringatan kedua akan segera menyusul.
Perlu diingat, Pergub Nomor 36 Tahun 2025 ini ditetapkan pada 10 November 2025 dan langsung berlaku serentak di seluruh kabupaten dan kota di Lampung. Harga Acuan Pembelian (HAP) ubi kayu sendiri ditetapkan sebesar Rp1.350 per kilogram. Angka ini sudah termasuk potongan kadar air sebesar 15 persen, hasil koordinasi Pemprov dengan para bupati dan Kementerian Pertanian.
Artikel Terkait
Tilang Menghujam, 574 Pelanggaran Terjaring Zebra Samrat Sulut
Praktik Pungli Ratusan Miliar Terungkap di Balik Tren Thrifting
Warga Gaza Diimbau Tingkatkan Kewaspadaan, Intensitas Pengawasan Israel Kian Menggila
Roy Suryo dan Kawan-Kawan Tolak Jalan Damai, Pilih Buktikan Kasus di Meja Hijau