KPK Periksa 10 Direktur Travel Haji Terkait Kasus Dugaan Korupsi Kuota
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap sepuluh petinggi perusahaan travel haji. Pemeriksaan ini dilakukan dalam rangka penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terkait dengan pengelolaan kuota haji Indonesia untuk periode tahun 2023 hingga 2024.
Pemeriksaan para saksi dari kalangan biro perjalanan ini dijadwalkan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK. Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari para pihak yang dipanggil untuk dimintai keterangan.
Daftar Petinggi Travel Haji yang Diperiksa KPK
Berikut adalah daftar sepuluh orang yang akan menjalani pemeriksaan sebagai saksi:
- Magnatis, selaku Direktur Utama PT Magna Dwi Anita
- Aji Ardimas, selaku Direktur PT Amanah Wisata Insani
- Suharli, selaku Direktur Utama PT Al Amin Universal
- Fahruroji, selaku Direktur Operasional PT Malika Wisata Utama
- Hernawati Amin Gartiwa, selaku Direktur Utama PT Ghina Haura Khansa Mandiri
- Umi Munjayanah, selaku Direktur Utama PT Rizma Sabilul Harom
- Muhammad Fauzan, selaku Direktur PT Elteyba Medina Fauzana
- Ahmad Mutsanna Shahab, selaku Direktur PT Busindo Ayana
- Bambang Sutrisno, selaku Direktur Utama PT Airmark Indo Wisata
- Syihabul Muttaqin, selaku pemilik travel haji dan umrah Maslahatul Ummah Internasional
Selain kesepuluh orang tersebut, KPK juga turut memanggil dua saksi tambahan, yaitu Syaiful Bahri yang berprofesi sebagai konsultan dan Fajmi Djayusman yang merupakan karyawan swasta.
Latar Belakang Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji
Penyidikan yang dilakukan KPK berfokus pada pengelolaan kuota haji tahun 2024. Kasus ini bermula ketika Pemerintah Indonesia menerima tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu dari Pemerintah Arab Saudi pada tahun 2023.
Artikel Terkait
DKUKMPP Bantul Usul Pembubaran 75 Koperasi Tak Aktif, Ini Dampaknya
Hamas Tolak Rancangan Resolusi AS di PBB: 6 Poin Penolakan Kunci Soal Gaza
Polri Bentuk Pokja Khusus Respons Putusan MK Soal Penugasan di Luar Struktur
KPU Surakarta Musnahkan Dokumen Jokowi: Aturan JRA vs UU Kearsipan, Mana yang Sah?