Ijazah Jokowi, Dokter Tifa, dan Perang Semesta Melawan Kebohongan
Oleh Edy Mulyadi
Jurnalis Senior
Setelah menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, dokter Tifauzia Tyassuma mengeluarkan siaran pers yang berisi kata-kata menyentuh, berani, dan memotivasi. Pernyataannya menjadi refleksi berharga bagi bangsa Indonesia di tengah situasi politik yang memanas.
Dokter Tifa membuka pernyataannya dengan kalimat tegas: "Rakyat harus berani bersatu ketika muncul dugaan bahwa kekuasaan di masa lalu digunakan secara tidak semestinya." Pernyataan ini langsung menyentuh inti persoalan dan menjadi pendorong perubahan.
Pada Kamis, 13 November 2025, Polda Metro Jaya memeriksa tiga tersangka terkait kasus dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi. Selain dr. Tifa, dua lainnya adalah Roy Suryo dan Rismon Sianipar. Pemeriksaan ini menandai titik penting dalam sejarah moral bangsa Indonesia.
Isu dugaan pemalsuan ijazah bukan sekadar persoalan administratif biasa. Kasus ini menyangkut integritas seorang kepala negara dan menentukan apakah Indonesia masih memiliki keberanian membedakan kebenaran dari kesesatan. Masyarakat berhak mempertanyakan, meminta bukti, dan mendapatkan kejelasan. Ini bukan tindakan subversif, melainkan kewajiban moral untuk menjaga akal sehat bangsa.
Dokter Tifa mengingatkan kita pada Perang Jawa tahun 1825-1830, ketika Pangeran Diponegoro memimpin perang semesta melawan ketidakadilan kolonial. Perbandingan ini relevan karena baik dulu maupun sekarang, terjadi penghinaan terhadap nalar publik yang memaksa seorang pemimpin berdiri tegak. Perang Diponegoro digerakkan oleh moral dan perasaan bahwa ada yang salah dan harus diluruskan. Semangat yang sama bergema hari ini ketika manipulasi diduga terjadi.
Perjuangan dokter Tifa tidak dilandasi dendam atau kebencian pribadi. Dia bergerak karena ada sesuatu yang mengganggu nurani kolektif bangsa. Ketika dokumen pendidikan seorang presiden diperdebatkan bertahun-tahun tanpa jawaban ilmiah dan terbuka, itu tanda erosi kepercayaan sedang berlangsung. Bangsa yang membiarkan erosi ini terus terjadi tanpa koreksi sedang menuju kehancuran perlahan.
Artikel Terkait
Polda Metro Jaya Ungkap 207 Bal Baju Bekas Ilegal di Jakarta Timur, Ini Modusnya
Ulama vs. Influencer Agama: Siapa yang Lebih Berpengaruh di Era Digital?
Gubernur Pramono Anung Targetkan Jakarta Utara Jadi Ikon Baru dengan JIS dan Ancol
Viral LGBT di ITB: Pro-Kontra, Tanggapan Netizen, dan Fakta Terbaru