Kritik Subsidi PSO untuk Kereta Cepat Whoosh: Prioritas atau Salah Sasaran?
Wacana pemerintah untuk memberikan subsidi operasional kepada Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) Whoosh melalui skema Public Service Obligation (PSO) menuai berbagai tanggapan dan kritik dari para ahli. Rencana yang diusulkan oleh CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani, ini memunculkan pertanyaan mendasar mengenai alasan pemberian subsidi untuk moda transportasi premium.
Ahli Nilai Subsidi PSO Tidak Tepat untuk Moda Premium
Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian dan Angkutan Antarkota MTI, Aditya Dwi Laksana, menyatakan bahwa arah kebijakan subsidi PSO untuk Whoosh dinilai kurang tepat. Menurut penjelasannya, skema PSO seharusnya dialokasikan untuk moda transportasi yang benar-benar mendukung mobilitas masyarakat luas, bukan untuk angkutan dengan harga tiket premium.
"Prinsip PSO adalah untuk moda transportasi dengan tingkat pemanfaatan tinggi yang menyokong pergerakan masyarakat berpenghasilan rendah," jelas Aditya. Dalam konteks perkeretaapian Indonesia, bentuk transportasi yang sesuai dengan kriteria PSO adalah Kereta Api Lokal, Kereta Api Perkotaan, dan Kereta Api Ekonomi di daerah yang memiliki keterbatasan akses transportasi. Moda-moda tersebut berfungsi sebagai urat nadi transportasi harian bagi mayoritas penduduk.
Fenomena Fokus Berlebihan pada Infrastruktur Prestisius
Beberapa tahun terakhir, pemerintah gencar mempromosikan Whoosh sebagai simbol kemajuan transportasi Indonesia. Namun, banyak pihak mengkritik bahwa perhatian yang berlebihan terhadap proyek prestisius ini tidak diimbangi dengan perbaikan mendasar pada layanan kereta api ekonomi yang justru lebih penting bagi hajat hidup orang banyak.
Artikel Terkait
Pemprov Sumut Suntik Aset Daerah untuk Perkuat Modal Bank Sumut
Lowongan Bea Cukai 2025: Dibuka untuk Lulusan SMA, Ini Syarat dan Cara Daftar
Waspada Banjir & Longsor Sumsel 2025: Antisipasi Dini dan Langkah Mitigasi Pemerintah
Alasan Roy Suryo Tidak Ditahan di Kasus Ijazah Palsu: Analisis Hukum