Pernyataan Deng Xiaoping bahwa "kalau Timur Tengah punya minyak, maka China punya logam tanah jarang" terbukti visioner. Keberhasilan China dalam menguasai rantai pasok mineral strategis ini memerlukan perencanaan matang selama lebih dari 20 tahun dengan dukungan penuh dari pemerintah.
Minat Baru Negara Arab pada Mineral Kritis
Negara-negara Arab kini menunjukkan minat besar terhadap investasi di sektor mineral kriti, khususnya logam tanah jarang. Fenomena ini bagian dari strategi diversifikasi ekonomi negara Teluk yang selama ini bergantung pada minyak.
Para eksekutif pertambangan melaporkan peningkatan tajam minat investor Timur Tengah terhadap logam tanah jarang. Critical Metals, perusahaan tambang yang terdaftar di bursa AS, telah bermitra dengan Obeikan Group dari Arab Saudi untuk membangun pabrik pengolahan litium hidroksida skala besar.
Proyek Teknologi Ambisius Amerika
Tak lama setelah pelantikannya pada Januari 2025, Presiden Trump mengumumkan proyek infrastruktur kecerdasan buatan senilai US$500 miliar bersama CEO SoftBank Masayoshi Son, CEO OpenAI Sam Altman, dan pendiri Oracle Larry Ellison.
Proyek yang dijuluki "Stargate" ini juga akan membuka cabang di Asia melalui kemitraan strategis antara OpenAI, Samsung Electronics, dan SK Hynix di Korea Selatan. Pembangunan ditargetkan dimulai pada 2026 dengan kapasitas terencana lebih dari 8 Gigawatt dan total investasi melebihi US$450 miliar dalam tiga tahun ke depan.
Perang Dagang dan Diplomasi Mineral
Kebijakan perdagangan Trump yang disebut "Trade War" diumumkan pada 2 April 2025, tanggal yang disebut sebagai "Hari Pembebasan". Kebijakan tarif timbal balik ini menciptakan guncangan dalam hubungan perdagangan global.
China memanfaatkan posisinya dalam pasokan logam tanah jarang sebagai alat tawar dalam perang dagang ini. Sementara itu, Amerika melakukan diplomasi intensif dengan negara-negara penghasil rare earth seperti Australia, India, Ukraina, dan Jepang untuk mengamankan pasokan mineral kriti.
Persaingan pengaruh antara AS dan China di kawasan Indo-Pasifik semakin intensif, dengan kedua negara memperkuat hubungan tradisional dan mencari peluang baru dalam landscape geopolitik yang berubah.
Kedua negara ini terus memainkan peran sentral dalam membentuk masa depan global, dimana penguasaan teknologi tinggi, proyek AI, kebijakan perdagangan, dan akses terhadap mineral kriti seperti logam tanah jarang menjadi penentu utama dalam persaingan kekuatan global abad ke-21.
Artikel Terkait
Hilangnya Kenzie Bungo: 19 Saksi Diperiksa, Tim Khusus Dibentuk Polisi
DPR Setujui RKUHAP: Langkah Awal Menuju UU Hukum Acara Pidana Baru
Analis BRIN Dukung Peringatan SBY Soal Ancaman Perang Dunia III dan Langkah Pensiun Politik
Imbauan Mendikbud: Sistem Keamanan Penjemputan Anak PAUD, TK, & SD Wajib Diperketat