MURIANETWORK.COM - Saat ini ada sosok fenomenal yang berani menggugat Wapres Gibran Rakabuming Raka, yakni Subhan Palal.
Dia adalah seorang advokat, sehingga tahu persis apa konsekuensi dari gugatannya jika tak terbukti.
Seperti diketahui, Suban Palal merupakan alumni Universitas Indonesia (UI), yang menggugat Gibran Rp 125 triliun.
Gugatan perdata itu diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Karena gugatan ini berkait proses pencalonan Gibran menjadi wapres, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI juga turut serta digugat.
Subhan Palal meyakini ada perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Gibran dan KPU RI pada Pilpres 2024.
Menurut Subhan, berkas persyaratan yang diajukan Gibran sebagai calon Wakil Presiden diduga cacat.
Pasalnya, Gibran mendaftar menggunakan ijazah SMA dan Strata Satu (S1) luar negeri.
Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengatur syarat pendidikan calon presiden dan wakil presiden pada Pasal 169 huruf r menyatakan, ”Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: (r) “berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah Aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah Aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat”.
Subhan berpandangan, hal ini jelas bertentangan dengan ijazah Gibran yang berasal dari luar negeri.
Hal itu disampaikan Subhan saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
“Bukti menunjukkan bahwa Gibran itu tidak punya dokumen yang menyatakan dia lulus SMA sesuai dengan ketentuan undang-undang. Saya memiliki bukti setarang orang tahu Monas di Jakarta,” kata Subhan.
Diketahui, Gibran mengemban Sekolah Menengah Atas (SMA) di Orchid Park Singapura dan melanjutkan University Technology Sydney Australia.
Subhan dalam gugatannya juga mengajukan kerugian material dan imaterial. Dalam gugatan materil, ia mengajukan uang sebesar Rp10 juta.
Sedangkan, dalam kerugian imateril, ia mengajukan Rp125 triliun.
Dia beralasan, permintaan uang Rp125 T itu diajukan lantaran perbuatan melawan hukum yang merugikan negara. Sehingga, dia berencana membagikan uang itu kepada seluruh rakyat Indonesia dengan besaran masing-masing Rp450 ribu.
“Sistem negara hukum itu tadi yang rusak, kan? Maka kerusakan ini saya, kerugian itu nanti saya bayarkan kepada negara untuk semua warga negara Indonesia kalau nggak salah jumlanya 285 juta. Uang Rp125 triliun itu dibagi ke seluruh warga negara Indonesia.
“Itu, kalau dilihat dari sisi itu kecil. Kerugian yang saya minta dari orang per orang. Sekitar Rp450 ribuan,” jelasnya.
Berikut wawancara lengkap dengan Subhan Palal bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra:
Tanya: Karena kebetulan, entah kebetulan atau bagaimana, pada saat yang sama ada sebuah isu politik yaitu pemakzulan atau permohonan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka yang disampaikan oleh sejumlah purnawirawan TNI. Di sisi lain, juga lagi ada ribut-ribut soal keaslian ijazah Pak Jokowi yang sekarang proses hukumnya dilakukan di Polda Metro Jaya. Bapak kemudian mengajukan gugatan ini. Apakah bapak menjadi bagian dari kelompok ini?
Jawab: Saya tidak bagian dari teman-teman yang lagi berjuang di sisi itu.
Saya adalah warga negara yang berdiri dengan sistem negara hukum saya.
Tanya: Awal mulanya Pak Subhan kepingin mempersoalkan ijazah SMA-nya Gibran ini, Pak?
Jawab: Sebenarnya ini kewajiban seluruh warga negara. Sebenarnya esensinya kewajiban seluruh warga negara Indonesia.
Kenapa? Yang dinodai, yang ternodai ini adalah sistem negara. Sistem hukum negara. Hukum negara, hukumnya ternodai.
Tanya: Oh, sebenarnya udah lama ya ini ya?
Jawab: Sudah lama. Begitu ada pemilu, saya lihat itu. Ada pengesahan para calon, kan? Ada satu kandidat calon presiden saya persoalkan. Selain Gibran.
Kalau waktu itu, waktu itu belum pemilu. Yang kandidat presiden itu, saya persoalkan tentang kewarganegaraannya.
Tanya: Dalam konteks ini siapa, Pak?
Jawab: Saya nggak bisa sebut. Yang penting ada salah satu calon. Kewarganegaraannya yang saya persoalkan.
Dan hakim menyatakan tidak berwarna mengadili. Saya bawa ke PTUN juga begitu.
Di PTUN bilang, saya tidak mempunyai legal standing. Saya nggak putus asa. Ini ada lagi nih.
Artikel Terkait
Kejagung Malah Memohon ke Pengacara Silfester, Bukannya Buronkan—Ada Apa?
Hotman Paris Dibantah! JPU Bongkar Kerugian Negara di Kasus Korupsi Laptop Chromebook
Dibongkar Propam: Dalang Perselingkuhan Anggota Brimob Jabar Terbongkar!
KPK Bongkar Skandal Dapur Haji, Ternyata Lebih Parah dari Dugaan!