MURIANETWORK.COM - Seharusnya Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan proses hukum secara tuntas dan memeriksa semua pihak yang terlibat kasus korupsi menara base transceiver station (BTS) 4G dan prasarana pendukung 1,2,3,4 dan 5 yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Pengamat kebijakan publik Fernando Emas meminta Kejagung jangan terlihat garang dalam melakukan proses hukum hanya pada pihak atau kelompok tertentu namun tidak berani pada pihak yang dianggap kuat serta memiliki kekuasaan.
"Seperti Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo dan Nistra Yohan yang tidak ada proses lebih lanjut atas disebutnya dalam persidangan para tersangka kasus korupsi BTS Kementerian Kominfo," kata Fernando saat berbincang, di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025) pagi.
"Kejaksaan Agung jangan jadi 'pengecut' ketika berhadapan dengan kader partai penguasa dan tidak berani menindaklanjuti," tambahnya geram.
Kejaksaan Agung harus berani melakukan proses lebih lanjut terhadap Dito dan Nistra Yohan terkait disebutnya sebagai penerima dari dana hasil korupsi BTS Kementerian Kominfo.
"Saya mendukung gugatan yang akan diajukan oleh Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) atas kasus ini," ungkapnya menambahkan.
Sementara menurut Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho, meskipun Kejaksaan Agung telah melakukan penanganan perkara dalam bentuk penyidikan dan penuntutan terhadap beberapa pihak yang disebut dalam putusan, Kejagung tidak menaikkan status Menpora Dito dan Nistra Yohan sebagai tersangka.
Padahal, Menpora Dito disebut telah menerima aliran dana senilai Rp 27 miliar dalam kasus korupsi yang menyeret mantan Menkominfo Johnny G Plate dan gerombolannya itu hingga negara rugi Rp 8 triliun.
Dalam gugatannya nanti, pihaknya akan menarik Presiden sebagai termohon II.
"Nanti setelah Prabowo resmi jadi presiden, Kejagung digugat lagi dengan menarik presiden sebagai termohon II, sekaligus untuk menguji komitmennya dalam pemberantasan korupsi," kata Kurniawan saat berbincang, Rabu (11/9/2024) silam.
Kurniawan menegaskan bahwa, dugaan keterlibatan Menpora Dito sebagai pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban pidana.
"Itu jelas terlihat pada Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nomor 58/Pid.Sus-TPK/2023/PT DKI tanggal 17 Januari 2024 lalu," bebernya.
Di sisi lain, lanjut dia, penyebutan Menpora Dito dan Nistra Yohan tidak hanya di BAP.
"Setidaknya ada di 3 putusan dengan terpidana Irwan, Windi dan Anang. Artinya bukan lagi sekedar pernyataan Irwan sepihak tetapi sudah menjadi fakta hukum," cetusnya.
Jika Kejagung sepakat bahwa putusan pengadilan harus dihormati, maka tidak ada alasan bagi Kejagung untuk tidak meminta pertanggung jawaban pidana pada Nistra dan Dito.
"Konstruksi peristiwanya sama dengan terdakwa Sadikin-Ahsanul Qosasih, hanya beda tujuan pemberiannya saja. Dito boleh saja membantah, tapi tunjukkan bukti bahwa dia tidak terima uang," katanya.
Misalnya dengan membuka CCTV rumahnya, apakah pada malam itu Windi tidak ke rumahnya antar uang?
Selama hanya berupa bantahan tanpa bukti, maka keterangan para saksi pada 3 putusan itulah yang menjadi pedoman.
"Jika memang Nistra tidak diketahui keberadaannya, tinggal masukkan dia dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Persoalannya tinggal berani atau tidak?" tandasnya.
LP3HI sebelumnya juga mengajukan praperadilan pada Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Gugatan praperadilan yang teregister dengan nomor 31/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL memuat sejumlah hal.
Seperti, Kejaksaan Agung sebagai aparat penegak hukum yang menangani perkara pokok ini tidak menindaklanjuti keterangan saksi Irwan Hermawan dan Windi Purnama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta.
Saat di persidangan, keduanya menyebutkan ada pemberian uang senilai Rp27 miliar kepada Menpora Dito Ariotedjo pada November-Desember 2022.
“Menpora Dito Ariotedjo disebut ikut menerima aliran dana sebesar Rp27 miliar,” tulis Kurniawan, dalam di dalam materi pragugatannya, Selasa (27/2).
Dalam persidangan majelis hakim Pengadilan Tipikor DKI juga telah memerintahkan kepada Kejaksaan Agung untuk melakukan pemeriksaan konfrontasi antara Dito dengan Johnny G Plate. Namun, jaksa tidak melakukannya.
“Jaksa tidak melakukan pemeriksaan intensif mengenai dugaan keterlibatan Dito Ariotedjo dalam tindak pidana korupsi BTS Bakti Kemenkominfo,” tambah Kurniawan.
Selain itu, jaksa tidak menjadikan keterangan Irwan Hermawan soal Dito Ariotedjo menerima uang senilai Rp27 miliar sebagai bukti awal.
Padahal, ada putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 58/Pid.Sus-TPK/2023/PT DKI tanggal 17 Januari 2024 soal permintaan justice collaborator oleh Irwan Hermawan.
Padahal berdasarkan keterangan para terdakwa di persidangan konstruksi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Dito tak jauh beda dengan terdakwa Edward Hutahaean dan Sadikin Rusli.
Atas dasar itu, LP3HI memandang jaksa tebang pilih dalam penanganan perkara ini.
Karena itu, dalam gugatannya, dia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mengambil alih penyidikan terhadap Dito Ariotedjo dan melimpahkannya ke Pengadilan Tipikor DKI.
Sebagai informasi, dalam gugatannya Kurniawan turut membeberkan soal penyerahan uang kepada pihak lain.
Di antaranya, penyerahan uang kepada Sadikin senilai Rp40 miliar, Edward Hutahean senilai Rp15 miliar.
Kemudian, ada penyerahan uang pada Agustus-Oktober 2022 kepada Windu dan Setyo senilai Rp75 miliar. Penyerahan uang kepada Walbertus Wisang senilai Rp4 miliar.
Dalam keterangannya baik Irwan Hermawan maupun Windi Purnama juga menyebutkan ada penyerahan uang kepada Nista senilai Rp70 miliar pada Desember 2021 dan pertengahan tahun 2022.
Pada Maret 2022 mereka mengaku ada penyerahan uang kepada Latifah Hanum sebesar Rp1,7 miliar.
Kemudian, ada penyerahan uang kepada OKJA bernama Feriandi dan Elvano sebesar Rp2,3 miliar.
Selanjutnya kepada Anang Latif senilai Rp3 miliar dan kepada staf Menteri periode April 2021-Oktober 2022 sebesar Rp10 miliar.
Fakta Persidangan
Dalam sidang putusan kasus korupsi proyek BTS 4G Kominfo dengan terdakwa mantan Menkominfo Johnny G Plate, eks Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, dan Tenaga ahli pada Hudev UI Yohan Suryanto telah digelar.
Dalam putusannya, hakim turut menyebut soal aliran duit terkait kasus BTS ini ke Dito Ariotedjo hingga Komisi I DPR.
Mulanya, hakim ketua Fahzal Hendri membacakan pertimbangan majelis hakim dalam membuat amar putusan untuk Johnny Plate, Anang, dan Yohan.
Hakim mengatakan majelis hakim menggali soal aliran duit terkait proyek BTS dengan alasan apa pun, termasuk ucapan terima kasih, bantuan, hingga commitment fee.
"Menimbang selanjutnya majelis menggali fakta hukum tentang aliran uang dari mana uang diperoleh dan ke mana uang tersebut disalurkan atau didistribusikan selama pelaksanaan pembangunan tower BTS 4G dalam kurun waktu 2021 sampai 2022 terdapat berapa dana atau uang yang dikumpulkan melalui Irwan Hermawan, Windi Purnama, yang diambil atau diperoleh dari pihak-pihak yang terlibat dan terkait pelaksanaan pembangunan tower BTS 4G baik dengan alasan commitment fee ataupun terima kasih, bantuan ataupun dana untuk konsolidasi," kata hakim Fahzal Hendri dalam sidang di PN Tipikor Jakarta, Rabu (8/11/2024).
Hakim lalu menyebutkan rincian aliran duit terkait proyek BTS kepada sejumlah pihak. Dia mengatakan uang itu mengalir ke BPK senilai Rp 40 miliar.
Belakangan, Kejagung telah menetapkan anggota BPK Achsanul Qosasi sebagai tersangka karena diduga menerima duit Rp 40 M tersebut.
"Bahwa pada pertengahan tahun 2022 bertempat di Grand Hyatt Jakarta, Windi Purnama menyerahkan uang kepada Sadikin sebesar Rp 40 miliar. Penyerahan uang tersebut ditujukan kepada BPK terkait dengan audit yang dilakukan oleh BPK atas proyek pembangunan BTS 4G 2021 sampai 2022 yang mengalami keterlambatan," ujarnya.
Hakim mengatakan uang terkait proyek BTS juga mengalir ke Dito Ariotedjo.
Uang itu diserahkan oleh terdakwa Direktur PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan senilai Rp 27 miliar.
Dito sudah pernah diperiksa di persidangan terkait duit itu. Dia mengaku tak pernah menerima duit tersebut.
"Bahwa pada November, Desember 2022, bertempat di rumah Dito Ariotedjo, Irwan Hermawan menyerahkan uang kepada Dito Ariotedjo sebesar Rp 27 miliar untuk tujuan penghentian proses penegakan hukum terhadap proyek pembangunan BTS 4G tahun 2021-2022," ujarnya.
Sumber: MonitorIndonesia
Artikel Terkait
3 Kali Mangkir Panggilan Kejagung, Jurist Tan Eks Stafsus Nadiem Ternyata di Luar Negeri
Siap Lawan Balik! PDIP Bawa Bukti Rekaman Tudingan Judi Online, Seret Nama Budi Arie Pemeriksaan Polisi
Pakar HTN Zainal Arifin Mochtar: Syarat Pemakzulan Gibran Terpenuhi Secara Hukum!
Tannos Bisa Buka Kotak Pandora Dugaan Aliran Duit Korupsi E-KTP, Termasuk ke Elite PDIP