Awal Desember lalu, suasana benar-benar berbeda. Dunia Adrian Gan terasa seperti mimpi yang hidup. Para tamu disambut oleh jam dinding merah yang meleleh, seolah waktu sendiri mencair malam itu. Itu adalah pintu masuk menuju sebuah ruang di mana masa lalu karya, kenangan, mimpi dihidupkan kembali dalam wujud visual yang baru.
Pagelaran ini bertajuk "Séance". Bagi Adrian, yang merayakan 40 tahun berkarya, kata itu berarti duduk bersama. Lebih dari sekadar perayaan, ini adalah momen pertemuan antara yang lampau dan yang sekarang. Sebuah ritual syukur setelah empat dekade bergelut dengan fashion.
“Saya bersyukur bisa melewati empat dekade dengan segala tantangan, baik suka maupun duka,” ujar Adrian Gan.
Ia melanjutkan, “Di titik ini, saya berusaha untuk tidak mudah merasa puas dan selalu mau belajar hal baru, terutama update soal tren fashion. Sebab bagi saya, fashion itu sesuatu yang hidup dan dinamis.”
Siluet Kontemporer dan Narasi Surealis
Selama ini, nama Adrian Gan lekat dengan cheongsam yang dimodernisasi. Tapi Séance lain sama sekali. Ia menunjukkan keahliannya memadukan estetika klasik dengan bahasa kontemporer, dikemas dalam sebuah parade yang sulit dilupakan.
Pertunjukan dibagi dalam beberapa babak. Mulai dari era Victorian, lalu nuansa gotik yang gelap, kemudian detail-detail surealisme yang mengejutkan, hingga sentuhan budaya Indonesia yang kental. Koleksi ini mengeksplorasi struktur, layering, dan permainan tekstur yang menarik. Yang menakjubkan, beberapa karyanya bahkan menggunakan kain antik berusia ratusan tahun.
Artikel Terkait
Di Tengah Gugatan Cerai, Atalia Fokus Kirim Bantuan untuk Korban Banjir Aceh
Profira Clinic Hadirkan Terapi Oksigen Hyperbaric, Jawab Minat Masyarakat yang Kian Melonjak
Perempuan Disabilitas: Beban Tiga Lapis yang Terus Dibungkam
Pintu Tertutup dalam Mimpi: Perlindungan Diri atau Sinyal Kebuntuan?