Laba di sektor industri China kembali merosot. Sudah dua bulan berturut-turut, tepatnya hingga November 2025, angka keuntungan terus menyusut. Ini jadi sinyal jelas: tekanan dari permintaan dalam negeri yang lemas dan deflasi yang tak kunjung usai benar-benar membebani perusahaan.
Data resmi yang dirilis Biro Statistik Nasional pada Sabtu (27/12) cukup mengejutkan. Dibandingkan periode sama tahun lalu, laba industri anjlok 13,1 persen di bulan November. Bloomberg melaporkan, penurunan ini jauh lebih dalam ketimbang bulan Oktober yang 'hanya' 5,5 persen. Meski begitu, angka ini masih sedikit lebih baik dari perkiraan para ekonom, yang tadinya memproyeksikan kontraksi hingga 15 persen.
Kalau dilihat dari awal tahun, gambaran keseluruhannya tetap suram. Akumulasi laba dari Januari hingga November 2025 nyaris stagnan, cuma naik tipis 0,1 persen. Padahal, periode Januari-Oktober sebelumnya masih mencatat pertumbuhan 1,9 persen. Artinya, kondisi makin melorot di bulan terakhir.
Menurut sejumlah analis, kinerja buruk ini cerminan dari beban ganda yang dihadapi pelaku usaha. Permintaan domestik benar-benar lesu, sementara harga-harga barang industri terus tertekan. Ke depan, awan gelap masih menggelayut. Investasi merosot, pertumbuhan konsumsi melambat, dan ketegangan dagang dengan beberapa mitra masih menghantui walau perang tarif dengan AS sempat mereda.
Artikel Terkait
Satgas Beras Turunkan Harga, Zona 3 Papua Catat Penurunan Terbesar
Efisiensi Bawa Angin Segar, Laba Kotor Merdeka Battery Melonjak 22%
Tongkang Raksasa ALII Terseok, Volume Angkut Anjlok Lebih dari 50%
Di Balik Liburan, Kereta Petani dan Pedagang Tetap Jadi Nadi Ekonomi Rakyat