“Sektor teknologi, khususnya yang terkait AI, sempat berada di bawah tekanan cukup besar. Tapi ketika laporan Micron keluar dan pasar merespons dengan baik, orang-orang mulai berpikir mungkin sudah waktunya kembali ke saham-saham ini,” ujarnya.
Secara historis, memang akhir tahun seringkali membawa suasana positif bagi pasar. Ada yang menyebutnya ‘Santa Claus rally’. Menurut catatan Stock Trader’s Almanac, sejak 1950, S&P 500 rata-rata naik 1,3% dalam periode lima hari terakhir di Desember dan dua hari pertama di Januari.
Meski mayoritas sektor di S&P 500 menguat pada Jumat itu, tidak semuanya beruntung. Sektor utilitas dan barang konsumsi pokok justru terperosok. Tekanan terberat jelas terlihat pada saham Nike, yang anjlok lebih dari 10% setelah melaporkan margin laba yang terus menipis, didorong oleh penjualan yang lesu di China.
Bukan cuma Nike. Lamb Weston, pemasok kentang goreng beku, terpuruk hampir 26% karena memperkirakan permintaan yang lemah hingga akhir tahun fiskal. Conagra, si produsen Slim Jim, juga ikut merosot 2,5% setelah pendapatannya mengecewakan.
Dari sisi berita makro, ada secercah harapan. Data inflasi AS untuk November ternyata lebih rendah dari perkiraan, yang sedikit meredakan kecemasan investor. Tapi hati-hati, beberapa analis mengingatkan data Oktober bisa saja terdistorsi karena efek penutupan pemerintah yang sempat terjadi jadi mungkin saja gambaran ini tidak sepenuhnya akurat.
Saat ini, spekulasi di pasar masih kuat bahwa The Fed akan memotong suku bunga setidaknya dua kali tahun depan. Bahkan, menurut data LSEG, ada peluang sekitar 20% bahwa pemotongan pertama bisa terjadi lebih cepat, yaitu pada Januari nanti. Semua mata kini tertuju pada langkah bank sentral selanjutnya.
Artikel Terkait
IHSG Dibuka Menguat, ATAP dan XPSG Melonjak di Atas 20 Persen
Emas Antam Tembus Rp 2,5 Juta per Gram, Simak Daftar Lengkap Harganya
Langkah Solidaritas BRI: Ribuan Kaki Berjalan, Miliaran Rupiah untuk Sumatra
IHSG Menguat, Rupiah Tergerus di Tengah Euforia Bursa Asia