JAKARTA – Bagi banyak investor, terutama yang baru terjun ke pasar modal, istilah "saham gorengan" mungkin sudah tak asing lagi. Tapi, apa sih sebenarnya yang bikin saham ini berbahaya? Intinya, pergerakan harganya seringkali digerakkan secara tidak wajar. Ada pihak-pihak tertentu yang bermain dengan spekulasi, manipulasi harga, atau sengaja menggembungkan volume transaksi. Saham seperti ini biasanya punya fundamental perusahaan yang lemah, kapitalisasi pasarnya kecil, dan likuiditasnya rendah. Jadi, jangan heran kalau harganya bisa melonjak atau terjun bebas dalam hitungan hari, bahkan jam.
Pergerakan ekstrem itu memang menggiurkan. Banyak investor ritel tergoda untuk masuk, berharap bisa meraup untung cepat. Namun begitu, risiko di baliknya jauh lebih besar. Bagi pemula yang belum paham betul, saham gorengan bisa bikin kantong jebol. Nah, biar kamu nggak mudah terjebak, berikut beberapa ciri khas yang perlu diwaspadai.
Pertama, harganya naik-turun secara drastis dalam waktu singkat. Fluktuasinya nggak wajar dan seringkali nggak ada hubungannya dengan kinerja keuangan perusahaan itu sendiri. Tiba-tiba saja harganya melambung tinggi, atau malah anjlok tajam. Yang perlu dicatat, lonjakan harga ini biasanya dibarengi volume transaksi yang tiba-tiba membesar, tanpa ada sentimen atau berita fundamental yang jelas mendukungnya.
Kedua, saham itu sering masuk dalam daftar Unusual Market Activity atau UMA dari Bursa Efek Indonesia. Singkatnya, UMA menandai aktivitas pasar yang dianggap tidak biasa. Saham gorengan kerap mengalami kenaikan harga ekstrem, bahkan sampai menyentuh batas Auto Reject Atas (ARA).
Untuk melindungi investor, BEI rutin merilis daftar saham yang masuk UMA. Di aplikasi trading seperti MotionTrade, pengumuman ini bisa kamu pantau di menu “Stock Announcement”.
Artikel Terkait
Pramono Anung Janji Umumkan UMP Jakarta 2026 Lebih Cepat dari Tenggat
Saham TUGU Merangkak 18%, Analis Soroti Potensi Re-rating di Tengah Valuasi Murah
Ekonomi Indonesia Diproyeksi Melaju di 2026, Saat Dunia Justru Melambat
Rupiah Bertahan Tangguh di Tengah Gejolak Global, Didukung Arus Modal Asing