Di sisi lain, dinamika geopolitik masih kencang. Perundingan damai Ukraina lagi mentok. Kabarnya, negara-negara G7 malah lagi pertimbangkan larangan maritim penuh buat minyak Rusia, menggantikan skema batas harga yang sekarang. Kebijakan seperti itu, kalau jadi, jelas berpotensi mengencangkan pasokan global.
Tapi ya, pasarnya kompleks. Sementara ancaman gangguan pasokan membayang, Presiden Rusia Vladimir Putin justru memastikan pasokan ke India tetap jalan. Kilang-kilang India pun terlihat mulai amankan kargo minyak diskonan dari Rusia untuk Januari nanti.
Belum selesai. Masih ada Venezuela. Menurut estimasi Rystad, ancaman aksi militer AS ke jaringan perdagangan narkoba negara itu bisa mengganggu pasokan sekitar 1,1 juta barel per hari. Meski sebagian besar mengalir ke China, potensi gangguan sekecil apa pun tetap bikin pasar cemas.
Meski begitu, produksi OPEC yang stabil diperkirakan bakal membatasi ruang gerak kenaikan harga. Jadi, reli-nya nggak akan gila-gilaan.
Dari kacamata teknikal, Hyerczyk melihat level kuncinya ada di rata-rata pergerakan 50 hari (MA-50), yaitu USD59,67. Kalau harga bisa bertahan di atas level itu, peluang untuk uji MA-200 di USD60,98 terbuka lebar. Tapi kalau jebol ke bawah, harga bisa meluncur lagi ke zona USD59,23-USD58,44, area yang dulu sempat ramai dibeli.
"Konfigurasi saat ini masih memihak bullish. Pemangkasan suku bunga semakin dekat, tekanan pasupan meningkat, dan teknikal mulai menguat. Tetapi ini belum menjadi reli yang solid, lebih tepatnya fase pengujian," ujar Hyerczyk.
Dia nambahin, kunci semuanya ada di respons pasar terhadap level USD59,67 di awal pekan ini. Itu yang bakal menentukan arah selanjutnya.
Artikel Terkait
Pemerintah Kerek Tarif Ekspor Batu Bara, Laba Emiten Diprediksi Anjlok
Saham DEWA Melonjak ke Level Tertinggi 15 Tahun, Bakrie Group Panen Untung
Amran Setujui Tambahan 10.000 Ton Beras untuk Aceh Pascabencana
Superbank IPO: Valuasi Murah di Bawah Rp3 Triliun Jadi Magnet Investor