PT Freeport Indonesia (PTFI) punya target ambisius untuk akhir 2025: meraup pendapatan penjualan tembaga dan emas hingga USD 8,5 miliar. Kalau dirupiahkan, angkanya fantastis, sekitar Rp 141,95 triliun.
Namun begitu, Presiden Direktur PTFI Tony Wenas mengaku bahwa capaian ini sebenarnya hanya 82% dari target awal. Rencana Kerja dan Anggaran Pembiayaan (RKAB) pertama mereka sebenarnya menargetkan angka yang lebih tinggi, yakni sekitar USD 10,4 miliar.
"Kami bisa mencapai pendapatan penjualan pada tahun ini sekitar USD 8,5 miliar. Atau hanya turun 18 persen dari proyeksi sesuai dengan RKAB,"
kata Tony dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (24/11).
Lantas, apa yang menyebabkan realisasi tak sesuai harapan? Ternyata, kinerja di semester pertama 2025 cukup terpukul. Kebakaran di smelter memicu efek berantai. Inventori konsentrat menumpuk di Timika, yang akhirnya memaksa perlambatan operasi penambangan. Bahkan di triwulan pertama, produksi sempat merosot hingga level 40%.
Akibatnya, dari target volume penjualan tembaga sekitar 770 ribu ton, perusahaan hanya bisa menyentuh angka 537 ribu ton hingga akhir tahun nanti.
Di sisi lain, produksi emas juga tak kalah terdampak. Proyeksinya cuma 33 ton, alias setengah dari target RKAB 2025 yang 67 ton. Tony menyoroti insiden lain yang turut andil: luncuran material basah di Tambang Grasberg pada 8 September lalu.
"Jadi walaupun produksi tembaga berkurang 30 persen, emas berkurang 50 persen, kami bisa mencapai pendapatan penjualan pada tahun ini sekitar 8,5 miliar dolar,"
jelasnya lagi, mencoba melihat sisi positif di tengah tantangan.
Lalu, bagaimana dengan rencana produksi tahun depan?
Artikel Terkait
SSMS Rogoh Rp1,6 Triliun untuk Akuisisi Saham Afiliasi
Antrean Solar Palembang Picu Kelumpuhan Rantai Distribusi
PLN EPI Pacu Pasokan Listrik dengan Strategi Batu Bara dan Armada Cerdas
Izin Pasir Kuarsa Jadi Kedok Penambangan Timah Ilegal