Pemerintah menargetkan perluasan skema ini ke berbagai jenis kekayaan intelektual, termasuk paten, desain industri, dan hak cipta, setelah kerangka regulasi dan sistem valuasi diperkuat.
Plt. Dirjen Kekayaan Intelektual Hermansyah Siregar menjelaskan bahwa skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual bukanlah konsep baru, mengingat telah berhasil diterapkan di berbagai negara.
"Tren global menunjukkan bahwa investasi pada aset tak berwujud seperti perangkat lunak, penelitian dan pengembangan, merek, dan desain telah melampaui investasi berwujud sejak 2009 dan terus tumbuh hingga 2024. Pergeseran ini memperlihatkan bahwa nilai ekonomi dunia kini bertumpu pada kreativitas dan inovasi, bukan hanya aset fisik," papar Hermansyah.
Dengan jumlah tenaga kerja ekonomi kreatif Indonesia yang mencapai 26 juta orang dan total 63 juta UMKM yang terus menghasilkan karya dan merek lokal, skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual dinilai memiliki potensi besar untuk mengisi kesenjangan pembiayaan nasional.
"Tugas DJKI ke depan adalah memastikan standar valuasi, integrasi data KI, dan kualitas pelindungan hukum yang benar-benar mampu menyokong skema ini," kata Hermansyah.
Persetujuan mekanisme ini sekaligus memperkuat arah kebijakan pemerintah Indonesia dalam menempatkan kekayaan intelektual sebagai instrumen ekonomi strategis. Pelindungan kekayaan intelektual akan menjadi fondasi baru dalam penguatan ekosistem ekonomi kreatif dan inovasi nasional.
Hermansyah mengimbau masyarakat dan UMKM agar segera mencatatkan dan mendaftarkan kekayaan intelektual mereka melalui layanan resmi DJKI untuk dapat memanfaatkan skema pembiayaan ini secara optimal.
Artikel Terkait
Wall Street Babak Belur, Nvidia Jadi Penentu Nasib Euforia AI
Nasib Buruh Cikarang Tertinggal Kereta Picu Wacana KRL 24 Jam
IMF Soroti Kunci Indonesia Capai Visi Negara Maju 2045 di Tengah Peringatan Risiko Global
BI Diprediksi Pertahankan Suku Bunga 4,75% di Tengah Gejolak Rupiah dan Inflasi