Raphael Bostic menyatakan kenyamanannya dengan dua pemotongan suku bunga terakhir, namun menekankan pendekatan 'tunggu dan lihat' untuk langkah selanjutnya. Ia menegaskan bahwa keputusan kebijakan akan sangat bergantung pada data ekonomi yang ada.
Di kubu yang berseberangan, Jeffrey Schmid, yang diketahui menentang keputusan pemotongan suku bunga pada Oktober, menyatakan keraguan tentang efektivitas pemotongan suku bunga lebih lanjut. Ia berpendapat bahwa langkah tersebut tidak akan banyak membantu memperbaiki kondisi pasar tenaga kerja yang tertekan, yang lebih dipengaruhi oleh perubahan struktural dalam teknologi dan kebijakan imigrasi.
Pandangan yang cenderung hawkish ini bertolak belakang dengan suara-suara dovish di dalam FOMC, seperti Gubernur Stephen Miran yang secara konsisten menyerukan pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin pada Desember.
Tantangan Data dan Proyeksi ke Depan
Kurangnya ketersediaan data ekonomi yang andal pasca penutupan pemerintah AS diperkirakan menyulitkan terciptanya konsensus di antara anggota The Fed yang memiliki hak suara. Namun, UBS tetap yakin bahwa data yang diperlukan untuk memutuskan pemotongan suku bunga akan tersedia sebelum rapat Desember.
Keyakinan ini diperkuat oleh adanya risiko penurunan ekonomi yang masih berlanjut. Laporan perekrutan tenaga kerja untuk periode liburan yang lemah dan peningkatan pengumuman pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi sinyal peringatan. UBS menegaskan bahwa risiko resesi belum sepenuhnya teratasi, yang membuka peluang bagi The Fed untuk mengambil langkah lebih lanjut guna mendukung perekonomian.
Artikel Terkait
Target Transaksi Karbon Indonesia di COP30 Capai Rp16 Triliun, Ini Strateginya
Transformasi Besar! Ini Susunan Baru Direksi & Komisaris PT Carsurin Tbk (CRSN)
BRMS Pasok Emas Poboya ke 5 Pembeli Domestik: Daftar Perusahaan & Dampak Pajak Ekspor
BRMS Tegaskan Pajak Ekspor Emas Tak Pengaruhi Pendapatan, Ini Alasannya