Sisanya, yakni Rp 14,9 triliun atau 63 persen, diperuntukkan bagi operasional Citilink, anak perusahaan Garuda. Rinciannya adalah Rp 11,2 triliun untuk modal kerja dan Rp 3,7 triliun khusus untuk melunasi kewajiban pembelian bahan bakar avtur dari Pertamina untuk periode tahun 2019 hingga 2021.
Penundaan Pesanan Pesawat dan Strategi Ke Depan
Direktur Utama Garuda Indonesia, Glenny Kairupan, mengonfirmasi bahwa perusahaan sebelumnya telah menandatangani MoU untuk pemesanan empat unit pesawat. Namun, hingga saat ini, pembayaran uang muka atau down payment hanya dilakukan untuk satu pesawat saja.
Pesanan untuk tiga pesawat lainnya secara resmi ditunda. Penundaan ini dilakukan sambil menunggu kondisi keuangan perusahaan menjadi lebih sehat dan stabil. Menurut Glenny, penambahan armada baru akan secara otomatis meningkatkan biaya operasional, yang dapat membebani keuangan perusahaan yang sedang dalam proses pemulihan.
Proses penyehatan keuangan ini diprediksi membutuhkan waktu sekitar dua tahun sebelum Garuda Indonesia dapat kembali mencetak laba. Untuk mendukung hal ini, perusahaan saat ini sedang melakukan pengkajian ulang terhadap seluruh rencana ekspansi bisnisnya.
Wakil Direktur Utama Garuda Indonesia, Thomas Sugiarto Oentoro, menyatakan bahwa dengan hadirnya Direktur Transformasi baru, Neil Raymond Mills, semua kebutuhan armada, perencanaan rute, dan jaringan penerbangan sedang disusun ulang. Langkah ini bukan pembatalan, melainkan penundaan yang strategis hingga analisa yang komprehensif berhasil difinalisasi.
Artikel Terkait
Wall Street Menguat: Trump Akhiri Shutdown Pemerintah AS, Dow Jones Naik
Garuda Indonesia Diproyeksikan Kembali Raih Laba 2026, Ini 4 Pilar Transformasinya
47 PLTU di Indonesia Adopsi Co-firing Biomassa, Tekan Emisi Karbon
BEI Cabut Suspensi Saham SOHO: Ini Jadwal Perdagangan & Dampak Pindah ke Papan FCA