Euforia menyambut pembukaan kembali Planetarium Jakarta memang nyata. Tapi, di balik kegembiraan itu, ada satu pertanyaan yang mengganjal. Kenapa, sih, tempat belajar sains seperti ini baru dianggap penting setelah bertahun-tahun menghilang dari peta kota?
Jakarta tak pernah kekurangan tempat hiburan. Bertahun-tahun, kita dikelilingi mall, wahana digital, dan tempat rekreasi yang rasanya mirip semua. Hiruk-pikuk itu pelan-pelan menggeser ruang seperti Planetarium ke pinggiran. Makanya, saat ia kembali hadir, respons publik bukan cuma soal punya destinasi baru. Ini lebih seperti kerinduan. Kerinduan pada sebuah ruang untuk belajar yang sudah lama absen.
Menurut sejumlah saksi yang sudah berkunjung, pengalamannya beda dari sekadar tontonan biasa.
Planetarium menawarkan sesuatu yang lebih dalam: sebuah ajakan untuk merenung. Ia menghadirkan semesta bukan sebagai tontonan, tapi sebagai bahan refleksi. Tentang asal-usul kita, tentang jarak yang tak terbayangkan, dan tentang betapa kecilnya manusia di alam raya.
Artikel Terkait
Konsumen Tahan Beli Gadget, Menunggu Harga Turun di Tengah Kelangkaan RAM
China Siapkan Aturan Ketat untuk AI yang Berperilaku Seperti Manusia
Badai Salju di Atacama: Gurun Terkering Bumi Berubah Jadi Hamparan Putih
Kucing Kepala Datar, Spesies yang Dikira Punah, Muncul Kembali di Thailand Setelah 30 Tahun