Dia termasuk kucing liar terkecil di Asia Tenggara. Bobotnya cuma sekitar dua kilogram, lebih ringan dari kucing peliharaan di rumah. Sifatnya yang pemalu dan habitatnya yang terpencil bikin pertemuan dengan manusia jadi hal yang sangat langka.
Sayangnya, nasibnya belum sepenuhnya aman. Statusnya masih terancam punah menurut IUCN. Ancaman terbesarnya jelas: hilangnya hutan rawa dan dataran rendah. Ditambah lagi tekanan dari aktivitas manusia, seperti penangkapan ikan berlebihan dan perburuan.
Di sisi lain, upaya pencarian terbaru ini cukup monumental. Para peneliti menyisir wilayah terpencil Thailand dalam survei terbesar untuk spesies ini. Kerja keras itu bagian dari penilaian ulang IUCN yang dipimpin Panthera, rencananya terbit awal 2026.
Yang menarik, kamera tidak hanya menangkap satu individu. Ada seekor betina terpantau bersama anaknya. Ini bukan sekadar bukti kalau mereka masih ada. Lebih dari itu, ini menunjukkan mereka masih bisa berkembang biak dengan baik di Thailand selatan.
Atthapol Charoenchansa, Direktur Jenderal Departemen Taman Nasional, Satwa Liar, dan Konservasi Tumbuhan Thailand, menegaskan arti penting penemuan ini.
“Penemuan kembali kucing kepala datar di Thailand selatan merupakan kemenangan besar bagi upaya konservasi, tidak hanya bagi Thailand, tetapi juga bagi kawasan Asia Tenggara secara luas di mana spesies ini masih ditemukan,” katanya.
Kisah kembalinya si kepala datar ini memberi kita secercah optimisme. Ia pengingat sederhana: dengan perlindungan yang serius, alam seringkali masih mau memberi kesempatan kedua.
Artikel Terkait
Telkomsel dan Kominfo Salurkan Bantuan Multisektor untuk Korban Bencana Aceh Tamiang
Misteri di Balik Pusing Saat Pakai Masker: Fisika Partikel dan Batas Perlindungan Kita
Google Akhirnya Izinkan Ganti Alamat Gmail, Email Lawas Tak Lagi Jadi Aib
Di Balik Kemeriahan Akhir Tahun, Jaringan dan Pengusaha Hampers Bertaruh dengan Waktu