Sejarah punya caranya sendiri untuk menguji sebuah sistem. Ada yang bertahan, ada pula yang perlahan ditinggalkan. Bukan karena sistem itu gagal total, tapi seringkali karena dunia yang melahirkannya sudah bergerak terlalu jauh. Zaman berubah.
Ambil contoh sistem pensiun bayar langsung. Selama puluhan tahun, skema ini jadi penopang. Ia memberikan rasa aman bagi jutaan pensiunan di berbagai penjuru dunia, sekaligus menjadi fondasi kepercayaan antara negara dan para aparaturnya. Sistem ini membayar manfaat pensiun langsung dari anggaran negara tahun itu juga sederhana, langsung.
Tapi lihatlah sekarang. Semakin banyak negara yang mengambil langkah berani untuk meninggalkannya. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi?
Dulu, Sistem Ini Tampak Sempurna
Logikanya sederhana sekali. Generasi yang masih aktif bekerja membiayai mereka yang sudah pensiun. Negara bertindak sebagai penjamin utama, dan kepercayaan publik menjadi bahan bakar utamanya. Sistem ini berjalan mulus di eranya.
Kapan? Yaitu saat jumlah penduduk muda masih melimpah, usia hidup tidak terlalu panjang, dan ekonomi tumbuh dengan stabil. Pasca perang, sistem ini lebih dari sekadar skema teknis. Ia adalah simbol nyata kehadiran negara dalam kehidupan para pegawainya. Patut dihormati.
Namun begitu, abad ke-21 datang dengan wajah yang sama sekali berbeda. Semuanya berubah dengan cepat, mungkin terlalu cepat untuk sistem lama ini bisa mengejar.
Tekanan yang Tak Terbendung
Faktanya sekarang: manusia hidup lebih lama, angka kelahiran merosot, populasi menua dengan laju mengkhawatirkan. Struktur pekerjaan jadi cair, dan guncangan ekonomi global seperti jadi menu rutin.
Dalam kondisi seperti ini, sistem bayar langsung mulai terengah-engah. Jumlah pembayar (pekerja aktif) menyusut, sementara penerima manfaat justru membengkak. Rentang waktu pembayaran pun jadi lebih panjang. Ini bukan cuma soal mengatur anggaran, ini sudah menyentuh urusan ketahanan fiskal negara.
Akibatnya bisa ditebak. Di banyak tempat, sistem yang mulanya jadi alat perlindungan berubah jadi sumber masalah serius.
Beban yang Berubah Jadi Bom Waktu
Belanja pensiun melonjak, seringkali lebih cepat ketimbang pertumbuhan penerimaan negara. Defisit melebar. Ruang untuk belanja pembangunan jadi sempit, terpaksa dikerutkan. Tak jarang, utang negara membengkak hanya untuk menutupi kewajiban sosial ini.
Saat terdesak, pilihan yang tersisa biasanya tak populer: naikkan usia pensiun, potong manfaat, tunda pembayaran, atau naikkan iuran. Pilihan-pilihan pahit ini hampir selalu memicu gejolak. Dari sini, dunia belajar satu hal penting.
Lalu, mengapa negara-negara itu mulai banting setir?
Artikel Terkait
Kanker Mengintai Semua Usia, Negara Miskin Paling Terancam
Telkomsel Raih Tiga Piala Global, Jaringan di Nias hingga Tangki Jadi Sorotan
Galaxy Z Flip7 Jadi Studio Saku Andalan Pebisnis Online
Galaxy Z TriFold: Saat Ponsel Lipat Tiga Berubah Jadi Laptop Mini