Lebih Dari Sekadar Pamer
Jangan dikira klub-klub ini cuma tempat kongko atau pamer kendaraan mahal. Aktivitas mereka beragam dan cukup seru. Yang paling menonjol adalah touring antar kota. Bayangkan saja, mereka menempuh jarak puluhan hingga ratusan kilometer, melintasi Batavia, Semarang, atau Surabaya dengan jalanan yang tentu tak semulus sekarang.
Touring bukan cuma soal perjalanan. Ini adalah sarana untuk mempererat ikatan antar anggota sekaligus mengeksplorasi keindahan alam Jawa dan sekitarnya. Ada peta khusus yang dibuat, Automobielkaart van de Java Motor Club van Java en Madoera, yang menunjukkan rute-rute favorit mereka.
Dalam pertemuan rutin, hal-hal teknis seperti iuran dan rencana ke depan juga dibahas. Termasuk di dalamnya adalah pengelolaan hiburan balapan motor. Event balap kerap menjadi tontonan yang menarik perhatian masyarakat luas, sekaligus panggung untuk memamerkan teknologi terbaru dan keterampilan berkendara.
Intinya, semua aktivitas ini memperkuat ikatan sosial. Klub motor kala itu jelas bukan cuma soal mesin, tapi juga soal prestise, pergaulan, dan identitas. Pemberitaan di majalah Magneet sering mengangkat kegiatan mereka, sehingga popularitasnya kian meluas. Bahkan, beberapa hotel dan tempat wisata punya koneksi khusus dengan organisasi seperti JMC karena sering dikunjungi rombongan touring.
Tapi, di balik keseruan itu, ada sisi kelam. Aksi touring dengan kendaraan yang relatif cepat untuk zamannya sering berujung kecelakaan. Tabrakan dengan gerobak atau dokar kerap terjadi, bahkan tak jarang menelan korban jiwa. Buku The Engineering of Happy Land mencatat hal ini. Kondisi itu akhirnya memicu perhatian lebih serius terhadap pengelolaan jalan dan lalu lintas, di mana klub motor turut ambil bagian dalam diskusinya.
Akar Panjang Budaya Motor Masa Kini
Jadi, keberadaan klub motor di masa kolonial membuktikan satu hal: sejak awal, motor lebih dari sekadar alat transportasi. Ia adalah bagian dari kehidupan sosial dan simbol modernitas yang nyata. Melalui touring, balapan, hingga pertemuan santai, mereka membentuk sebuah budaya baru yang terekam rapi dalam foto, arsip, dan koran-koran lama.
Budaya komunitas motor, touring, dan motor sebagai lambang identitas punya akar sejarah yang panjang. Dengan menengok ke belakang, kita jadi paham bahwa jalan raya bukan cuma tempat berpindah. Ia adalah ruang sosial tempat teknologi, budaya, dan manusia saling berjalin, sebuah warisan yang terus bergulir hingga ke jalanan Indonesia masa kini.
Artikel Terkait
BI Tegaskan: Ritel Tak Boleh Tolak Pembayaran Tunai
Cinta Seperti Beringin: Ketika Seorang Suami Menjawab Pertanyaan yang Menohok
PVJ: Museum Kesenjangan dan Ritual Mingguan Kaum Numpang
Kredit Bank Mandiri Melesat 13%, Dividen Rp9,3 Triliun Siap Dibagikan