Meski begitu, Tony menegaskan bahwa Freeport tak tinggal diam. Langkah-langkah pemulihan baik di smelter maupun di area GBC terus digenjot agar produksi bisa kembali ke level normal.
Ada Angin Segar dari Harga Komoditas
Di tengah berita buruk soal produksi, ada secercah kabar baik. Pendapatan PTFI justru diproyeksikan melampaui target, meski volume jual turun. Mereka memperkirakan pendapatan mencapai USD4,1 miliar, atau 117 persen dari target USD3,7 miliar.
Penyelamatnya? Lonjakan harga emas dan tembaga di pasar global. Harga tembaga diproyeksikan 19 persen lebih tinggi dari asumsi RKAB, sementara harga emas bahkan melesat 80 persen lebih tinggi dari perkiraan semula.
Tony mengakui, kondisi ini membuat pendapatan Freeport Indonesia tetap kuat. Total penjualan diproyeksikan mencapai USD8,05 miliar. Memang masih 82 persen dari target awal USD10,4 miliar, tapi ini cukup melegakan di tengah turunnya produksi.
"Kalau kita lihat, produksi tembaga cuma 70 persen dari target, tapi pendapatannya bisa naik 19 persen, total jadi 119 persen. Untuk emas, proyeksi harga di RKAB cuma USD1.900 per ons, tapi kenyataannya masih bertahan di USD3.000 per ons. Makanya, pendapatan kami tetap tinggi meski produksi turun hampir separuh," papar Tony.
Jadi, meski produksi terpukul, gelombang kenaikan harga komoditas jadi penyeimbang yang menyelamatkan kondisi keuangan perusahaan.
Artikel Terkait
Malaysia Siap Cabut Akses Media Sosial bagi Remaja di Bawah 16 Tahun
Bapanas Genjot Distribusi Beras, Harga Dijamin Stabil Jelang Natal dan Tahun Baru
Freeport Pacu Produksi Emas, Targetkan 43 Ton pada 2029
Di Balik Polemik Ijazah Capres: Arsip Asli Masih di Tangan Jokowi