Geliat Nouvelle Vague Menyapa 14 Kota di Festival Sinema Prancis 2025

- Minggu, 23 November 2025 | 09:00 WIB
Geliat Nouvelle Vague Menyapa 14 Kota di Festival Sinema Prancis 2025

Untuk ke-27 kalinya, Festival Sinema Prancis (FSP) bakal digelar di Indonesia. Acara yang dihelat oleh Kedutaan Besar Prancis dan Institut français d’Indonésie (IFI) ini rencananya berlangsung selama 12 hari, mulai 21 November hingga 2 Desember mendatang.

Yang menarik, festival tahun ini terinspirasi oleh sorotan baru terhadap French New Wave di Festival Film Cannes. FSP 2025 ingin merayakan semangat kebebasan dan eksperimen artistik yang dulu sempat merevolusi dunia sinema pada era 1960-an. Semangat itu, rupanya, masih terus menginspirasi sampai sekarang.

Sebanyak 20 judul film akan diputar di 14 kota. Penonton di Ambon, Bandung, Denpasar, Jakarta, Lampung, Makassar, Medan, Pontianak, Purwokerto, Salatiga, Semarang, Surabaya, Surakarta, dan Yogyakarta bisa menikmatinya.

Di layar lebar, penonton diajak menyaksikan karya-karya masterpiece dari Godard dan Truffaut. Misalnya ‘Le Mépris’ (‘Contempt’) dan ‘Les Quatre Cents Coups’ (‘The 400 Blows’) dalam pemutaran khusus yang merayakan kejeniusan gerakan Nouvelle Vague.

Tak cuma klasik, FSP 2025 juga menghadirkan hal baru. Ada pemutaran perdana di Indonesia untuk film horor Prancis ‘Vermines’ (‘Infested’) karya Sébastien Vaniček. Film ini sebelumnya dipuji karena energinya yang memukau dan atmosfernya yang benar-benar mencekam.

Pemilihan film tahun ini banyak terinspirasi dari Festival Film Cannes 2025, yang penuh semangat pembaruan. Salah satu film andalannya adalah ‘Partir un jour’ (‘Leave One Day’) karya Amélie Bonnin, yang jadi film pembuka di Cannes. Film ini akan tampil dalam lineup FSP sebuah debut yang mengharukan sekaligus menggambarkan emosi sebuah generasi.

Sedangkan untuk penutupan festival, dipilihlah film ‘La Venue de l’avenir’ (‘Colors of Time’) karya Cédric Klapisch. Film yang tayang di luar kompetisi Cannes 2025 ini akan diputar serentak di semua lokasi IFI pada 2 Desember.

Film tersebut mengeksplorasi kehidupan seniman-seniman yang membentuk Paris di abad ke-19.

“Film ini menghubungkan seni, sejarah, dan emosi,”


Halaman:

Komentar