Lewat perjumpaan dengan Yesus kisah hidup, belas kasih, ajaran, dan karya-Nya manusia belajar untuk hidup melampaui batas-batas kemanusiaannya yang sempit. Kesadaran akan teladan ini mendorong para pengikut-Nya untuk tidak sekadar mengejar "having", tetapi lebih mengutamakan "being".
Kekristenan, dengan demikian, membantu manusia bukan cuma untuk mengambil keuntungan dari dunia, melainkan untuk berbagi dan membawa kebaikan di mana pun ia berada. Hidup ini bukan sekadar soal menjadi tua, tetapi tentang bertumbuh dewasa. Bukan cuma jadi makin renta, tetapi jadi berkat bagi sesama. Seperti kata sebuah pepatah, "Jadilah seperti lilin, yang memang meleleh dan terbakar, tetapi setiap lelehannya menerangi sekitarnya!"
Yesus yang Berbagi
Yesus sendiri sudah berbagi sejak awal kisah hidup-Nya. Keluarga Yusuf sebenarnya bukan keluarga miskin. Mereka punya rumah untuk kelahiran anaknya. Tapi, rencana berantakan karena ada sensus penduduk yang memaksa mereka pulang ke kota asal. Akhirnya, Maria harus melahirkan di sebuah kandang domba.
Namun, justru di situlah letak keindahannya. Peristiwa itu jadi kesempatan bagi para gembala kelompok masyarakat yang termiskin waktu itu untuk datang menyembah. Di tempat yang sama, tiga orang majus dari timur yang kaya raya juga datang mempersembahkan emas, kemenyan, dan mur. Yesus hadir dan berbagi untuk semua kalangan, baik yang sederhana maupun yang berada.
Singkatnya, hidup Yesus adalah sebuah perjalanan panjang untuk berbagi. Dari semua kebaikan yang Ia lakukan, Ia tidak mendapat keuntungan materi apa pun. Tapi justru dengan berbagi, hidup-Nya menjadi sangat bermakna, baik bagi mereka yang langsung mengalami maupun bagi kita yang belajar dari kisah-Nya.
Tahun ini, PGI dan KWI mengusung tema "Tuhan hadir untuk menyelamatkan keluarga". Ajakan ini intinya mengajak kita untuk turut menghadirkan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pesan Natal mereka tertulis,
Jadi, semangat berbagi, keinginan untuk saling menghangatkan, dan menjadi pahlawan bagi keluarga sendiri adalah panggilan nyata bagi kita semua. Di situlah kita belajar menjadi manusia seutuhnya, terutama di momen Natal ini. Bukan cuma sibuk dengan "having", tapi melengkapinya dengan semangat "being". Agar kita tak sekadar menua, tetapi bertumbuh penuh makna.
Selamat merayakan Natal. Mari jadi saksi kehadiran-Nya: saat kita sendiri merasakan penyertaan Tuhan, dan juga saat orang-orang di sekitar kita merasakannya melalui kita. Inilah saatnya mengalami pertukaran kudus itu saat kehadiran Tuhan yang menjadi lemah justru menguatkan kita untuk menjadi pribadi yang lebih ilahi, lebih suka berbagi, dan lebih menjadi berkat, terutama bagi keluarga.
Martinus Joko Lelono. Pastor Katolik, Pengajar di Universitas Sanata Dharma.
Artikel Terkait
Mang Apip dan Hati Nurani di Tengah Kemacetan Jalur Puncak
Brimob Sterilisasi Gereja Immanuel Jelang Natal, Fokus pada Rasa Aman Umat
KWI Gerakkan Solidaritas, Salurkan Bantuan Langsung ke Korban Bencana Sumatera
Libur Panjang, Ragunan Ramai Pengunjung dari Dalam dan Luar Jakarta