Di Nairobi, Kenya, suasana sidang United Nations Environment Assembly ke-7 sempat tegang. Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono, yang memimpin delegasi Indonesia, harus menyatakan kekecewaan yang mendalam. Usulan Indonesia soal pengelolaan ekosistem karst berkelanjutan, yang sudah dipersiapkan berbulan-bulan, akhirnya gagal memperoleh konsensus.
“Indonesia kecewa,” ujar Diaz dengan lugas di hadapan para perwakilan negara anggota.
Menurutnya, persiapan yang matang dan dukungan dari banyak negara lain seolah mentah begitu saja. Penyebabnya? Kurangnya fleksibilitas dan keengganan berkompromi dari segelintir negara. Rupanya, ada pihak-pihak yang ingin memasukkan isu ketahanan air yang sedang panas ke dalam resolusi karst tersebut. Padahal, bagi banyak negara lain, fokusnya harus tetap pada pelestarian karst itu sendiri.
“Walaupun kita sepakat akan pentingnya karst bagi planet ini,” lanjut Diaz, “konflik kepentingan antarnegara lain akhirnya jadi penghalang besar.”
Nah, apa sih sebenarnya karst itu? Singkatnya, ini adalah bentang alam unik yang terbentuk dari batuan yang larut oleh air. Hasilnya adalah lanskap menakjubkan penuh gua, aliran sungai bawah tanah, serta stalaktit dan stalagmit. Lebih dari sekadar pemandangan, ekosistem ini adalah penopang hidup. Ia berfungsi sebagai bank air bersih raksasa di bawah tanah, yang menjadi sumber minum bagi seperempat populasi dunia. Belum lagi sebagai rumah bagi beragam spesies langka.
Artikel Terkait
Bangkok Beri Syarat: Kamboja Harus Lebih Dulu Teken Gencatan Senjata
Kepala SPPG Turun ke Kelas, Gizi Tak Cuma di Piring tapi Juga di Papan Tulis
Gus Ipul Nyanyikan Salawat Bersama Anak-anak Korban Longsor Pidie Jaya
Komisaris Utama Petro Energy Divonis 8 Tahun Penjara, Negara Rugi Rp 958,5 Miliar