Iran dan Rusia: Solidaritas atau Sandiwara di Balik Uranium yang Hilang?

- Rabu, 10 Desember 2025 | 14:10 WIB
Iran dan Rusia: Solidaritas atau Sandiwara di Balik Uranium yang Hilang?

Suara skeptis serupa terdengar di masyarakat. Seorang profesor universitas di Teheran yang enggan disebutkan namanya berbagi pandangannya. "Orang-orang tahu Rusia akan meninggalkan Iran di saat-saat krusial. Banyak yang percaya pemerintah hanya berpaut pada Moskow demi mempertahankan kekuasaan, bukan demi kepentingan rakyat."

Kalkulasi Politik yang Rumit

Ironisnya, meski mendapat pengalaman pahit, kalangan konservatif di Iran justru mendorong agar kerja sama dengan Rusia diperdalam. "Pengaruh Rusia di kantung-kantung kekuasaan Iran tak terbantahkan," kata Afshar Soleimani, mantan Duta Besar Iran untuk Azerbaijan.

Menurutnya, faksi konservatif aktif mendukung Rusia, mendorong ekspor drone, dan terus menghembuskan ketegangan dengan Amerika Serikat. "Selama arus politik ini berkuasa, tak banyak yang akan berubah dan rakyatlah yang menanggung dampaknya."

Klaim yang lebih mengejutkan datang dari Kamran Ghazanfari, anggota konservatif Komisi Dalam Negeri parlemen Iran. Dia mengatakan mantan Presiden Rusia Dmitri Medvedev pernah menyatakan kesiapan Moskow untuk memasok senjata nuklir kepada Iran. Tapi klaim ini diragukan banyak ahli.

"Itu sangat tidak mungkin," tegas David Jalilvand. "Rusia tidak berkepentingan menambah jumlah negara pemilik senjata nuklir di Timur Tengah yang sudah rapuh."

Dia menilai, Moskow mungkin saja memasok teknologi yang secara teori bisa dimanfaatkan untuk program militer. Namun dukungan langsung untuk pembuatan bom atom? Nyaris mustahil.

Bagi Rusia, "kartu Iran" lebih sering dipakai sebagai alat tawar dalam negosiasi dengan Amerika Serikat. Meski Iran mengklaim telah menghentikan sementara pengayaan uranium, belum jelas apakah Moskow mampu atau mau mendorong Teheran mengurangi cadangan uraniumnya.

"Rusia berkali-kali memosisikan diri sebagai mediator," kata Jalilvand. "Namun itu bukan karena ingin menyelesaikan konflik nuklir. Di tengah perang Ukraina, Moskow lebih ingin tampil sebagai mitra 'konstruktif' di mata Washington, sambil sekaligus menebar jarak antara Amerika Serikat dan Eropa."

Kalkulasi politik, sekali lagi, berbicara lebih lantang daripada janji solidaritas.

Kontributor: Danyal Babayani

Diadaptasi dari bahasa Jerman oleh Rizki Nugraha

Editor: Yuniman Farid


Halaman:

Komentar