Suasana di ruang rapat terbatas di Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Minggu lalu, mendadak tegang. Presiden Prabowo Subianto tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Sasaran amarahnya adalah Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, yang memilih pergi umrah saat kabupatennya sedang dilanda bencana. Bahkan kabarnya, kepergian itu tanpa izin yang semestinya.
Dengan nada keras, Prabowo langsung memerintahkan Menteri Dalam Negeri untuk menindak tegas sang bupati. "Kalau yang mau lari-lari aja nggak apa-apa, dicopot Mendagri bisa ya, diproses," ujarnya.
Ia lalu menarik perbandingan tegas dengan dunia militer. "Itu kalau tentara namanya desersi. Dalam keadaan bahaya meninggalkan anak buah, aduh, itu tidak bisa tuh. Sorry, saya nggak mau tanya partai mana," imbuh Prabowo, menegaskan bahwa masalah ini adalah soal tanggung jawab, bukan afiliasi politik.
Menanggapi instruksi presiden, Wamendagri Aria Bima menyatakan pihaknya akan mengambil langkah. Pemeriksaan mendalam bakal dilakukan setelah Mirwan kembali ke Indonesia. Dari situ, nanti akan jelas sanksi apa yang pantas dijatuhkan.
"Jika dalam pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kemendagri ditemukan fakta pelanggaran, baik terhadap kewajiban maupun larangan, maka inspektorat bisa merekomendasikan pemberian sanksi," jelas Bima, Senin (8/12).
Landasan hukumnya, kata dia, sudah jelas: Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Aturan itu memuat detail kewajiban dan larangan bagi kepala daerah, lengkap dengan sanksinya.
Di sisi lain, sorotan juga datang dari parlemen. Wakil Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, angkat bicara dan memastikan bahwa Mirwan tak akan lolos dari hukuman. Menurut Dede, tindakan bupati itu bisa digolongkan sebagai pelanggaran berat.
Artikel Terkait
Sjafrie Tegaskan Indonesia Tak Perlu Bantuan Asing untuk Tangani Banjir dan Longsor Sumatera
Banjir Rendam Bireuen, Dapur Umum dan Bantuan PLN Jadi Penopang Warga
Gubernur Luthfi Jadi Bapak bagi Mahasiswa Korban Bencana di Perantauan
Kobaran Api di Gedung Terra Drone Kemayoran Tewaskan Satu Jiwa