Dan soal kualitas, setiap helai jaring harus melalui pemeriksaan ketat dari PT Coir dulu sebelum dikemas untuk ekspor. Tampaknya, standarnya berhasil dipenuhi.
Keberhasilan ini bukan sekadar urusan angka. Ia membuktikan satu hal: bahwa pembinaan kemandirian di balik tembok lapas ternyata bisa menyentuh rantai pasok global. Ada kebanggaan tersendiri di sana.
Di sisi lain, peran Lapas Cirebon dalam peta besar hilirisasi kelapa di Jawa Barat memang sudah ditetapkan. Mereka ditunjuk sebagai pusat finishing dan produksi barang jadi siap ekspor. Posisi ini melengkapi jejaring industri yang lebih luas, yang mencakup sentra bahan baku di selatan Jawa Barat hingga pabrik pengolahan setengah jadi di unit pelaksana teknis lainnya.
Kerja sama ini jelas membawa dampak ganda. Selain menggenjot kapasitas industri sabut kelapa, ia juga memberdayakan warga binaan, memberi mereka keterampilan dan harapan. Lapas Cirebon sendiri berencana memperluas kolaborasi semacam ini ke depannya. Targetnya, variasi produk ekspor bisa bertambah dan lebih banyak lagi narapidana yang terlibat serta mendapat manfaat.
Dengan dua kali ekspor ini, citra Lapas Cirebon kian kuat. Mereka bukan lagi sekadar tempat pembinaan, tapi telah bertransformasi menjadi ujung tombak ekspor produk turunan kelapa. Sebuah contoh nyata bahwa pembinaan bisa berjalan beriringan dengan daya saing industri di kancah global.
Artikel Terkait
Anggota DPR Usman Husin Tantang Menteri Kehutanan: Kalau Tak Mampu, Mundur Saja!
Pramono Anung: Modifikasi Cuaca Harus Merambah Bekasi dan Tangerang
Lima Wisatawan Terjebak di Curug Seribu Usai Debit Air Melonjak Drastis
Menteri Agus Andrianto Salurkan Kain Kafan dan Traktor untuk Korban Bencana Sumut