"Penyebab utamanya karena di wilayah Kabupaten Bireuen telah terjadi kelangkaan bahan baku, gas, air bersih dan listrik," jelas Kamal tegas.
Kondisi ini ditemukan oleh tim pemantau Badan Gizi Nasional pimpinan Letjen TNI (Purn.) Dadang Hendrayuda, Selasa (2/12) lalu. Dua SPPG, di Kecamatan Jangka dan Peusangan, bahkan terdampak langsung sejak banjir awal melanda.
Di sisi lain, upaya adaptasi terus dilakukan. Selama masa pemulihan, 21 SPPG yang masih bisa bergerak mengalihkan sasaran bantuan. Karena sekolah diliburkan, paket gizi yang semula untuk siswa dialihkan ke masyarakat terdampak banjir secara langsung.
Angkanya cukup signifikan. Pada 26 November, tercatat 62.826 paket berhasil didistribusikan. Esok harinya 30.261 paket, lalu 37.180 paket pada 28 November.
"Sementara pada 29 November 2025 dikirimkan 38.668 paket bantuan," kata Kamal melaporkan.
Dukungan logistik juga diberikan. SPPG meminjamkan lima kendaraan operasionalnya ke Pemkab Bireuen untuk memperlancar distribusi. Tiga mobil distribusi bahkan sudah dikerahkan kembali per 2 Desember.
Tapi semua upaya itu ada batasnya. Kelangkaan bahan baku, pasokan gas yang seret, listrik yang belum stabil, dan kesulitan air bersih akhirnya mengambil korban. Operasional tak bisa dipaksakan terus.
Suara Kamal terdapat berat saat menutup pernyataannya. "Untuk sementara kami baru dapat melanjutkan operasional hingga hari ini, 3 Desember 2025."
Sebuah pengakuan yang jujur tentang betapa rapuhnya rantai bantuan di tengah bencana yang berkepanjangan.
Artikel Terkait
Trump Serang Imigran Somalia, Tuding Mereka Berkeliaran Saling Membunuh
Bupati Aceh Utara Angkat Tangan, Surat Darurat Dikirim Langsung ke Prabowo
Sri Lanka Terjangkit Duka: Korban Siklon Ditwah Tembus 465 Jiwa, Biaya Rekonstruksi Capai Rp 100 Triliun
28 Perusahaan Tambang di Banten Terancam Jerat Hukum Gagal Reklamasi