Desakan ini bukan tanpa alasan. Di lapangan, kondisi memang memprihatinkan. Seperti yang dilaporkan dari Masjid Jamik Al Istiqamah di Ulee Tutue, Kabupaten Bireuen, para pengungsi sangat membutuhkan layanan kesehatan dan obat-obatan.
Keuchik setempat, Saiful Amri, mengonfirmasi hal itu. "Pengungsi di masjid ini membutuhkan layanan kesehatan. Sejumlah pengungsi, terutama lanjut usia dan balita, mulai sakit," katanya, Selasa (2/12).
Pengungsi di masjid itu berasal dari beberapa desa sekitar. Mereka tinggal di dalam ruangan masjid yang terbuka, tanpa dinding. Meski ada dapur umum di belakang, masalah lain muncul: listrik padam sehingga akses air bersih pun terhambat.
Kebutuhan dasar lain juga mendesak. "Selain kesehatan, ada kebutuhan balita seperti susu dan lainnya. Bantuan untuk balita hingga kini masih minim," keluh Saiful Amri. Harapannya satu: bantuan segera datang sebelum keadaan bertambah parah.
Kembali ke Yahya Zaini, ia menekankan bahwa penanganan kesehatan di lokasi bencana tidak bisa setengah-setengah. "Bagi mereka yang sakit segera rawat di rumah sakit yang ada di daerah itu. Siapkan dokter untuk mengobati, dibantu nakes untuk merawat," tegasnya.
Gagasan satgas bencana yang ia usung rupanya lahir dari keprihatinan yang sama. "Saya mengusulkan Kemenkes punya satgas tanggap bencana sehingga selalu siap siaga kalau ada bencana di manapun di Tanah Air ini," ucap Yahya menutup pernyataannya.
Nampaknya, kolaborasi yang solid antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci. Agar bantuan tak hanya sampai, tapi juga tepat sasaran dan cepat, mengingat waktu bagi para korban yang sakit tak bisa ditunda.
Artikel Terkait
Petir Tewaskan Empat Petani yang Berteduh di Gubuk Sawah Serang
Jalur Darat Mulai Terbuka, Bantuan Logistik Segera Dikirim ke Aceh Tamiang
Dua Hari di Hutan, Bertahan Hidup dengan Nangka Muda Sebesar Kelereng
DPR Desak Pemerintah Tetapkan Status Bencana Nasional untuk Aceh dan Sumatera