Di sisi lain, tingkat konsumsi gula nasional periode 2024/2025 dilaporkan mencapai 7,6 juta ton, menempati salah satu posisi tertinggi di dunia. Sebuah studi tambahan juga menyoroti bahwa lebih dari 75% remaja di daerah perkotaan Indonesia mengonsumsi minuman berpemanis minimal tiga kali dalam seminggu.
Kebijakan label peringatan tinggi gula diharapkan dapat mendorong transparansi informasi produk dan berfungsi sebagai peringatan visual. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat membuat pilihan yang lebih bijak. Sejumlah negara seperti Thailand, Chili, dan Singapura telah lebih dulu menerapkan kebijakan serupa, yang terbukti berhasil mengedukasi publik dan mendorong industri untuk berinovasi menciptakan produk dengan kandungan gula yang lebih rendah.
Zulhas menekankan bahwa kebijakan ini bukanlah bentuk pelarangan, melainkan upaya untuk membangun kesadaran masyarakat. "Kita tidak melarang orang untuk minum yang manis, tapi masyarakat harus tahu risikonya. Jika anak mudanya sehat, maka Indonesia akan produktif," pungkasnya.
Artikel Terkait
Roy Suryo Bebas dari Polda, Tak Ditahan sebagai Tersangka Kasus Ijazah Palsu
TransJakarta Beri Sanksi Disiplin untuk Kasus Dugaan Pelecehan terhadap Pegawai: Kronologi & Tuntutan PHK
RUU Pekerja Gig Segera Disahkan: Payung Hukum untuk Driver Ojol, Kurir, hingga Konten Kreator
RUU KUHAP Baru: Terobosan Hukum Pidana Modern untuk Perlindungan HAM & Keadilan Substantif