Viralnya Brigadir Dhea terjadi bertepatan dengan dimulainya kerja Komisi Percepatan Reformasi POLRI yang dipimpin Jimly Asshiddiqie. Pertemuan perdana komisi ini kebetulan bersinggungan dengan kasus tersebut, menjadikannya ujian pertama yang nyata. Pertanyaannya, akankah Brigadir Dhea mengulangi nasib Norman Kamaru atau akan ditangani dengan paradigma baru reformasi?
Komitmen Reformasi dan Ujian Profesionalisme di Era Digital
Jimly Asshiddiqie menegaskan komitmen komisi untuk bergerak cepat, dengan rencana menggelar dengar pendapat publik dan melibatkan berbagai pihak seperti akademisi dan organisasi masyarakat. Targetnya, laporan rekomendasi kebijakan bisa diserahkan kepada Presiden dalam waktu tiga bulan.
Kasus Brigadir Dhea bukan sekadar persoalan pelanggaran disiplin biasa. Ini adalah ujian mendefinisikan ulang profesionalisme di era media sosial. Ini menguji kemampuan institusi untuk membedakan antara pelanggaran yang harus dikoreksi dan ekspresi kemanusiaan yang perlu dikelola dengan bijak. Lebih dari itu, ini adalah ujian untuk mengakhiri budaya defensif dan beralih ke akuntabilitas yang elegan.
Membedakan Gejala dan Penyakit Institusi
Reformasi sejati dimulai dari kemampuan membaca cerita di balik sebuah video viral. Tindakan Brigadir Dhea memang keliru secara prosedural, namun ia bisa jadi hanya merupakan gejala dari masalah budaya institusi yang lebih dalam. Menghukum individu tanpa membenahi akar masalah budaya hanya akan mengulangi kesalahan masa lalu seperti pada kasus Norman Kamaru.
Komisi Reformasi POLRI kini memegang peran kunci. Apakah mereka akan mendiagnosis dan mengobati penyakit institusi, atau hanya memberikan solusi sementara pada gejala yang tampak? Jawabannya akan menentukan apakah insiden ini menjadi penanda reformasi yang gagal, atau justru menjadi momentum pembuka bagi transformasi Polri yang lebih manusiawi dan adaptif di zaman baru.
Artikel Terkait
Kades Mancagar Kuningan Tersangka Korupsi Dana Desa Rp1 Miliar untuk Bayar Cicilan Bank
Kasus Suap PDNS: Semuel Pangerapan Didakwa Terima Rp 6 Miliar & Rugikan Negara Rp 140 Miliar
Korupsi PDNS Kemkominfo Rp 140 M: Semuel Abrijani Pangerapan Didakwa Rugikan Negara
KPK dan Kejagung Usut Korupsi Pengadaan Minyak Mentah Petral, Ini Kronologinya