Selain itu, Kepala BGN Dadan Hindayana disebutkan bukan ahli gizi melainkan seorang entomolog (ahli serangga), sementara Wakil Kepala Nani S Deyang dikenal sebagai mantan jurnalis.
Pandji menilai, meski penempatan figur militer mungkin bertujuan untuk efektivitas kerja, pendekatan tersebut tidak tepat untuk sektor yang membutuhkan keahlian teknis dan sensitivitas tinggi seperti gizi dan kesehatan masyarakat. Pemerintah perlu ahli yang paham nutrisi, pengawasan makanan, dan risiko kontaminasi. Efisien itu penting, tapi jangan sampai anak-anak jadi korban karena ketidaktahuan, pungkasnya.
Di sisi lain, Ketua Komnas HAM RI, Anis Hidayah, menyatakan bahwa pihaknya akan turun ke lapangan untuk meninjau berbagai persoalan yang timbul dari program MBG, termasuk kasus keracunan, standar kualitas yang rendah, dan risiko penyalahgunaan anggaran. Anis menegaskan bahwa hak pangan dan gizi adalah bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga pemerintah harus memastikan ketersediaan, akses, dan kualitas pangan yang baik.
Berdasarkan data BGN per 25 September 2025, tercatat 5.914 korban keracunan akibat program MBG. Program yang diluncurkan pada 6 Januari 2025 ini menargetkan 82,9 juta penerima dari siswa SD hingga SMA/sederajat, sebagai realisasi janji kampanye Prabowo Subianto untuk memastikan gizi yang cukup dan seimbang bagi anak Indonesia.
Sumber: wartakota.tribunnews.com
Artikel Terkait
Dhani Buka Suara Soal Pemecatan dari PBNU: Dipecat karena Aktif Ikut 212
Polda Metro Bongkar Klaim Palsu Anak Propam dalam Video Viral
Monas Siap Dijubeli Jutaan Orang untuk Reuni 212, Palestina Jadi Sorotan
PBNU Copot Penasihat yang Diduga Berafiliasi dengan Zionis