Kondisi ini memperlihatkan lemahnya imunitas kelembagaan DPD terhadap intervensi politik eksternal. Dalam Democracy in America, Alexis de Tocqueville mengingatkan, “Democracy dies not with tyranny, but with dependence.” Ketika lembaga negara bergantung pada restu politik tertentu, demokrasi kehilangan daya hidupnya.
Oleh karena itu, dua hal penting harus dilakukan. Pertama, penyelidikan KPK atas dugaan suap 95 anggota DPD RI harus dilakukan tanpa tebang pilih. Bukan hanya penerima, tetapi juga jejaring pemberi dan pengatur yang mesti diusut tuntas. Kedua, reformasi etik dan keuangan DPD perlu segera dijalankan agar lembaga ini benar-benar steril dari politik transaksional.
Pernyataan La Nyalla soal ketakutan terhadap Dasco seharusnya menjadi pintu introspeksi nasional: mengapa pejabat publik di republik ini masih bisa “takut” pada individu tertentu? Ketakutan politik adalah tanda dari ketimpangan kekuasaan yang kronis.
Sebagaimana diingatkan oleh John Adams, salah satu pendiri Amerika Serikat, “Power must never be trusted without a check.” Kekuasaan tanpa pengawasan adalah jalan pintas menuju penyalahgunaan.
Maka, pertanyaan “Emangnya dia siapa?” bukan hanya ditujukan kepada Dasco, tetapi kepada seluruh elite politik Indonesia. Apakah kekuasaan masih dianggap hak istimewa pribadi, atau amanah publik yang harus dipertanggungjawabkan?
DPD, DPR, dan semua lembaga negara harus menjawab pertanyaan ini dengan tindakan, bukan pernyataan. Sebab, dalam demokrasi sejati, tidak ada satu pun pejabat yang pantas ditakuti selain rakyat itu sendiri.
Sumber: liranews
Artikel Terkait
Kerangka Bocah di Pesanggrahan Diduga Alvaro, Satu Tersangka Diamankan
Nyaris Tabrak, Ricuh Berujung Tusukan di Tomohon
Underpass Kentungan Kembali Normal, Genangan Air Berhasil Ditangani
Kisah Pilu Ibu Hamil di Papua: Ditolak Empat Rumah Sakit, Nyawa dan Janin Tak Tertolong