Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka semakin sering muncul dalam perbincangan publik.
Kritik terhadap Gibran mencakup usianya yang masih muda, pengalaman politik yang terbatas, hingga polemik perubahan aturan usia calon presiden dan wakil presiden yang dianggap membuka jalan baginya.
Namun, sejumlah analis menilai, wacana pemakzulan tersebut sulit diwujudkan.
Hal ini tidak lepas dari strategi politik yang dijalankan mantan Presiden Joko Widodo untuk melindungi putranya.
Setidaknya ada empat faktor utama yang membuat posisi Gibran relatif aman.
1. Jaringan loyalis di pemerintahan
Selama dua periode memimpin, Jokowi menempatkan banyak figur kepercayaannya di kementerian, lembaga negara, hingga BUMN.
Meski masa jabatannya berakhir, pengaruh orang-orang ini masih kuat di berbagai posisi strategis.
Utang budi dalam politik Indonesia jauh lebih kuat daripada sumpah jabatan.
Loyalitas itu masih terasa hingga kini.
Jaringan inilah yang diyakini mampu meredam isu pemakzulan agar tidak berkembang menjadi gelombang besar di parlemen maupun publik.
2. Pengelolaan opini publik
Jokowi kerap menanggapi isu pemakzulan dengan kalimat singkat: “Itu bagian dari demokrasi.”
Pernyataan sederhana tersebut dinilai menjadi strategi komunikasi untuk mengecilkan isu serius agar tampak sebagai perbedaan pendapat biasa.
Media arus utama kemudian cenderung mengulang narasi serupa, sehingga wacana pemakzulan yang awalnya ramai perlahan mereda.
Pengelolaan persepsi publik ini menjadi salah satu kunci untuk menjaga stabilitas politik.
3. Mekanisme konstitusional yang rumit
Secara hukum, pemakzulan wakil presiden hampir mustahil ditempuh.
Prosesnya harus melewati DPR, Mahkamah Konstitusi, hingga MPR, dengan syarat tuduhan pelanggaran berat seperti korupsi besar, pengkhianatan negara, atau perbuatan tercela yang terbukti secara hukum.
Tanpa alasan hukum yang kuat, isu pemakzulan akan berhenti sebagai wacana media.
Sistem hukum Indonesia memang memberi perlindungan tebal bagi pejabat tinggi negara.
4. Peran relawan sebagai benteng terakhir
Selain dukungan elite, Jokowi juga masih memiliki jaringan relawan yang loyal.
Mereka aktif membangun opini di media sosial, merespons kritik, hingga memobilisasi dukungan di tingkat akar rumput.
Relawan inilah yang sering kali menjaga citra Gibran di tengah gempuran isu.
Mereka membentuk narasi tandingan yang membuat wacana pemakzulan cepat meredup di ruang publik.
Politik dua wajah
Dengan kombinasi jaringan loyalis, pengelolaan opini, perlindungan konstitusi, dan barisan relawan, posisi Gibran dinilai cukup aman dari ancaman pemakzulan.
Meski begitu, muncul pertanyaan di kalangan masyarakat: apakah mekanisme demokrasi benar-benar berjalan sehat, ataukah sekadar panggung politik yang dikendalikan demi kepentingan segelintir elite?
Sumber: porosjakarta
Foto: Joko Widodo dan Gibran Rakabuming Raka/Net
Artikel Terkait
Waka BGN Nanik Deyang: Mau Punya Jenderal Sekalipun, Dapur MBG Nakal Akan Ditutup!
Cuitan Lawas Akun Fufufafa Saya Tidak Tamat SD, Dokter Tifa: Sudah Mengaku Dia...
Pansus DPRA Ungkap Tambang Ilegal Setor Rp 350 M per Tahun ke Aparat untuk Uang Keamanan
GP Ansor Desak Polda Metro Tangkap Pengeroyok Banser di Acara Pengajian Habib Bahar