Kebijakan ini sudah diterapkan oleh KDM sejak akhir April 2025 lalu.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pernah meminta Dedi Mulyadi untuk meninjau kembali program tersebut.
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengatakan bahwa kebijakan itu harus dievaluasi karena edukasi untuk kalangan sipil bukan kewenangan dari lembaga militer.
"Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civil education. Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu," kata Atnike saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025).
Menurutnya, tak masalah apabila siswa nakal dibawa ke barak TNI sebagai kegiatan edukasi pendidikan karier seperti mengetahui tugas-tugas TNI, tetapi bukan untuk dilatih seperti TNI.
Bahkan, seorang warga Babelan, Kabupaten Bekasi, bernama Adhel Setiawan melaporkan KDM ke Bareskrim Polri, Kamis (5/6/2025) lalu.
Langkah pengaduan masyarakat (dumas) menyasar program barak militer pelajar yang digagas Dedi.
Adhel mempermasalahkan keterlibatan anak-anak dalam program barak militer pelajar, yang menurutnya melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.
"Di Pasal 76 itu kan melarang anak-anak dilibatkan dengan urusan yang berbau militer. Baik langsung maupun tidak langsung," kata Adhel kepada Kompas.com, Sabtu (7/6/2025).
Ia mengaku mempunyai legal standing sebagai orang tua siswa yang bersekolah di wilayah Jabar.
Adhel juga menilai program tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan menyebut telah lebih dulu melaporkan Dedi ke Komnas HAM karena dianggap melanggar hak anak.
Jam Malam Pelajar
Dedi Mulyadi memberlakukan aturan jam malam bagi pelajar mulai 1 Juni 2025 lewat Surat Edaran Nomor 51/PA.03/DISDIK.
Aturan ini membatasi aktivitas pelajar di luar rumah pada pukul 21.00 hingga 04.00 WIB dengan bagi kegiatan pendidikan, keagamaan, atau alasan ekonomi mendesak yang didampingi orang tua.
Pelaksanaan aturan ini akan melibatkan TNI, Polri, Satpol PP, dan pengurus lingkungan.
“Jika ditemukan pelajar yang melanggar aturan, sanksinya bukan hukuman fisik, tapi pemanggilan oleh guru BK di sekolah masing-masing,” ujar Dedi Mulyadi dalam acara di Universitas Indonesia (UI), Selasa (27/5/2025).
KDM berujar, tujuan kebijakan ini adalah membentuk generasi Panca Waluya, sehat, kuat, cerdas, berakhlak, dan berdaya saing.
“Kami harap masyarakat ikut mendukung dan mengawasi bersama. Ini untuk masa depan generasi kita,” tuturnya.
Namun, kebijakan ini tak luput dari kritik, salah satunya yang disampaikan oleh Ketua Forum Orangtua Siswa (Fortusis) Jawa Barat, Dwi Soebawanto.
Menurutnya, pembatasan jam malam tidak disertai dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk aktivitas remaja.
Ia menyarankan agar pemerintah terlebih dahulu menyediakan sarana olahraga, ruang kesenian, dan pusat budaya hingga tingkat kelurahan atau desa.
Selain itu, Dwi juga mengkritik kurangnya nilai edukatif dari kebijakan tersebut.
"Iya sangat keberatan. Jadi nilai edukasinya di mana? Itu kan anak sudah sekolah dari pagi sampai sore, terus malam nggak boleh main, keliru dong," katanya pada Selasa (27/5/2025).
Lebih lanjut, Dwi menekankan bahwa tidak semua pelajar yang keluar malam melakukan hal negatif.
"Ada anak yang di malam hari justru mendapat inspirasi. Misalnya bawa laptop, ngobrol sama temannya menemukan gagasan, mendapat ide baru. Kan orang macam-macam cara mencari inspirasinya," ujarnya
Sumber: Tribunnews
Artikel Terkait
Gerakan RELASI SIDAQ: Cara Anak Muda Tebar 10.000 Qur’an & Siap Kirim Relawan ke Palestina
Roy Suryo Ungkap 99,9% Ijazah Jokowi Palsu, Ini Bukti Kejanggalannya!
Gerakan RELASI SIDAQ: Cara Anak Muda Ini Ubah Indonesia dengan Al-Quran di HSN 2025, Hasilnya Luar Biasa!
Misteri Meninggalnya Pratama Wijaya: Tumor Otak atau Kekerasan Diksar? Ini Fakta Terbaru 8 Tersangka