Akhirnya RSUD Tarakan Minta Maaf dan Skorsing dr. Diah dalam kasus Kematian Pasien Johanes

- Sabtu, 07 Juni 2025 | 13:50 WIB
Akhirnya RSUD Tarakan Minta Maaf dan Skorsing dr. Diah dalam kasus Kematian Pasien Johanes



MURIANETWORK.COM -Manajemen RSUD Tarakan di Jakarta Pusat mengaku lalai dalam kasus kematian pasien Johanes Patria Sitanggang pada 4 Mei 2025 lalu. 

Penyesalan dan permintaan maaf disampaikan langsung Direktur RSUD Tarakan dr. Weningtyas Purnomorini, MARS ketika menerima pihak keluarga alm. Johanes yang diwakili tiga kakak kandungnya, Anna Tuning Sitanggang, Budiman Martono Sitanggang, dan Meilani Nurkalam Sitanggang di ruang rapat lantai 13 Gedung Sky RSUD Tarakan, Kamis, 5 Juni 2025. 

Dalam keterangannya, dr. Weningtyas mengatakan, pihak RSUD Tarakan telah memberikan sanksi kepada dr. Diah Asih Lestari, Sp.B yang melakukan pembedahan pada alm. Johanes yang didiagnosis mengalami radang usus buntu (phlegmon appendicitis). 




“Terhadap dr. Diah ini sudah kami lakukan serangkaian proses, audit medik dan etik dengan melibatkan Ikatan Bedah Digestif. dr. Diah sudah kami skorsing selama enam bulan selama masa proses penyelidikan ini,” ujar dr. Weningtyas yang didampingi pejabat lain di lingkungan RSUD Tarakan, dalam keterangan yang diterima redaksi, Sabtu 7 Juni 2025. 

Dalam pertemuan itu, dr. Weningtyas juga menghadirkan dr. Diah yang banyak tertunduk dengan wajah lesu.

Dia menambahkan bahwa pihak RSUD Tarakan telah memberikan Surat Peringatan (SP) ketiga kepada dr. Diah. 

“Secara kepegawaian memang dr. Diah ini sangat mencoreng muka rumah sakit dan tidak ada koordinasi sama sekali,” sambungnya. 

Dalam kesempatan yang sama, dr. Weningtyas juga mengakui bahwa komunikasi dari pihak RSUD Tarakan kepada pihak keluarga dalam kasus ini tidak baik dan kurang memberikan penjelasan. 

“Kami sudah marah banget, kita semua, pada dr. Diah ini. Kami juga berpikir untuk mengeluarkan dr. Diah dengan cerita-cerita seperti ini,” sambil mengatakan bahwa selama ini dr. Diah menangani hampir 100 operasi dalam satu bulan.   

Tapi, sambungnya, bagaimana pun itu bukan pembelaan, karena visit ke ruang perawatan pasien pasca tindakan operasi adalah kewajiban. 


Tuntutan Utama Keluarga

Pihak keluarga menduga kuat terjadi kelalaian berat (gross negligence) oleh dokter penanggung jawab serta pembiaran sistemik oleh manajemen RSUD Tarakan yang mengakibatkan kematian Johanes.

Bahkan, sebelum somasi dan pertemuan mediasi itu, seluruh inisiatif klarifikasi berasal dari keluarga. Adapun pihak RSUD Tarakan dan dokter tidak menunjukkan inisiatif, empati, maupun tanggung jawab hingga lebih dari satu bulan pasca-kematian.

Dalam pertemuan, pihak keluarga menuntut dr. Diah memberikan penjelasan resmi tertulis. Pihak keluarga menuntut RSUD Tarakan serius melakukan pemeriksaan internal dan membawa kasus ini ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). 

Pihak keluarga juga menuntut pencabutan STR (Surat Tanda Registrasi) dan SIP (Surat Izin Praktik) dr. Diah secara permanen dan pemecatan dari seluruh jaringan RS. Selain itu, pihak keluarga juga akan mengajukan tuntutan pidana berdasarkan pasal 359 dan 361 KUHP Lama dan Pasal 190 KUHP Baru, serta gugatan perdata ganti rugi maksimal, termasuk dampak emosional. 

Sementara RSUD Tarakan diminta untuk menyampaikan permintaan maaf resmi dan terbuka, memberikan kompensasi nyata dan proporsional, melakukan audit medis yang  independen dan melibatkan publik, menonaktifkan dr. Diah selama proses berlangsung, melakukan evaluasi dan penggantian struktural pengawas yang lalai, dan mengaudit sistem mutu dan SOP kegawatdaruratan. Juga bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 45 KUHP Baru.

Bila semua ini diabaikan, pihak keluarga akan mengajukan pembekuan izin operasional unit layanan bedah oleh Dinas Kesehatan DKI dan Kementerian Kesehatan RI.

“Kami tidak sedang meminta belas kasih. Kami menuntut akuntabilitas penuh karena yang diabaikan adalah hak atas hidup, yang dilindungi oleh konstitusi dan etika kedokteran. Ini bukan kelalaian kecil. Ini bentuk perendahan terhadap nilai kehidupan manusia. Ketika seorang pasien datang ke rumah sakit, ia menyerahkan nyawanya dengan harapan dijaga, bukan diabaikan,” ujar perwakilan keluarga.

“Ini bukan hanya kesalahan satu orang dokter. Ini adalah sistem yang bobrok, yang memungkinkan dokter bersikap sewenang-wenang tanpa pengawasan, tanpa evaluasi, tanpa empati. Ini adalah pelanggaran terhadap prinsip paling dasar dari profesi medis -  yaitu rasa hormat terhadap kehidupan manusia,” sambung pihak keluarga.

Pihak keluarga memberikan batas waktu 14 hari kepada dr. Diah dan RSUD Tarakan untuk memenuhi tuntutan. 

Pihak keluarga juga menilai, kematian Johanes di RSUD Tarakan bukan sekadar kegagalan tenaga medis individual, tetapi kegagalan sistemik yang melibatkan seluruh jenjang pemerintahan, termasuk Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan Kementerian Kesehatan RI.

“Kematian ini adalah hasil dari kegagalan berjenjang - mulai dari kelalaian dokter, pembiaran oleh manajemen RS, tidak adanya kontrol oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta, hingga lemahnya sistem supervisi nasional dari Kementerian Kesehatan RI. Ini bukan hanya urusan RS Tarakan. Ini adalah cermin buruknya tata kelola kesehatan publik di ibu kota negara,” tulis pihak keluarga lain dalam tuntutannya.

“Apa yang terjadi di RSUD Tarakan mencerminkan wajah pelayanan publik Indonesia di ibu kota negara. Jika di Jakarta saja nyawa bisa hilang tanpa pertanggungjawaban, bagaimana dengan daerah lain?” sambung tuntutan itu.

“Negara, melalui Pemprov DKI dan Kementerian Kesehatan, memiliki kewajiban hukum untuk melindungi hak hidup setiap warganya, sebagaimana dijamin oleh Pasal 28 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 9 UU 39/1999 tentang HAM. Kematian akibat kelalaian yang dibiarkan tanpa audit, tanpa sanksi, dan tanpa penjelasan adalah bentuk pembiaran sistemik oleh negara,” demikian pihak keluarga. 

Sumber: RMOL 

Komentar