Sebagaimana telah diwartakan, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Direktorat Investigasi Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) didesak untuk mengusut dugaan korupsi pungutan liar yang telah merugikan negara dan memperkaya PT PTB sedikitnya sebesar 300 juta dolar AS atau setara Rp5.04 triliun.
Pengusutan diperlukan, menyusul dibatalkannya Surat Menteri Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023, Hal: Rekomendasi Persetujuan Penetapan Tarif Awal Jasa Kepelabuhan pada Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa Kalimantan Timur, berdasarkan putusan peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta, Nomor: 377/B/2024/PT.TUN.JKT tertanggal 18 September 2024.
Berdasarkan ketentuan Surat Menteri Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023, PT PTB telah mengenakan tarif bongkar muat dengan dalih penggunaan floating crane terhadap seluruh eksportir batubara, selaku pengguna jasa kepelabuhanan pada Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa sebesar 1,97 dolar AS per metrik ton.
”Dari tarif senilai 1,97 dolar AS, sebesar 0,8 dolar AS tanpa dasar hukum masuk ke rekening PT PTB, dengan dalih untuk jasa floating crane. Padahal PT PTB tidak memiliki unit floating crane. Sejak ketentuan tersebut diberlakukan pada Juli 2023, terdapat sebanyak 250 juta metrik ton batubara telah diekspor melalui Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau. Total hasil pungutan liar yang dinikmati PT PTB mencapai 300 juta dolar AS atau setara Rp5,04 triliun, yang seharusnya masuk ke kas negara," ungkap Rudi.
Kasus ini makin jadi sorotan masyarakat Kalimantan Timur dan bahkan nasional, karena setelah diduga mengumpulkan uang hasil pungutan liar sebesar 0,8 dolar AS per metrik ton dari kegiatan Ship to Ship di Muara Berau dan Muara Jawa — dengan nilai total mencapai 300 juta dolar AS atau Rp 5,04 triliun — kini PT PTB memakai dana tidak sah tersebut untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI.
Bukti screenshot dari laman resmi SIPP PTUN Jakarta menunjukkan bahwa pada Selasa, 1 Oktober 2024, PT PTB selaku Pemohon Kasasi (Tergugat II Intervensi) secara resmi mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan PTUN Jakarta No. 377/B/2024/PT.TUN.JKT yang sebelumnya telah membatalkan tarif 1,97 dolar AS per ton yang dijadikan dasar pungli.
Ketua Umum APRI Rudi Prianto menyebut langkah PT PTB tersebut merupakan bentuk perlawanan terhadap kedaulatan hukum dan akal sehat publik.
”Setelah memungut uang secara ilegal dan kalah di pengadilan, kini digunakan untuk membiayai langkah hukum kasasi yang diduga sebagai bentuk perlawanan terhadap negara dengan memanfaatkan dana yang tidak sah. Ini bukan sekadar pembangkangan hukum, melainkan penghinaan terhadap keadilan,” tegas Rudi.
Ia menambahkan, struktur korporasi PT PTB dan PT Indo Investama Kapital memperlihatkan pola pencucian uang terorganisir. Uang hasil pungli dikumpulkan melalui PT PTB, disembunyikan melalui PT Indo Investama Kapital, dan kini digunakan untuk membiayai manuver hukum demi mempertahankan status pungutan yang telah dinyatakan tidak sah oleh pengadilan.
Menyikapi korupsi pungli PT PTB sebesar Rp5,04 triliun, APRI juga melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung RI, termasuk meminta investigasi atas dugaan penyalahgunaan dana untuk mempengaruhi proses hukum di tingkat kasasi.
Sumber: rmol
Foto: Kolase Pelabuhan PT PTB Kalimantan Timur dan Moeldoko/Net
Artikel Terkait
Link Live Streaming Denmark vs Yunani, Siapa yang Lolos ke Piala Dunia 2026?
Erick Thohir Sudah Minta Maaf, Tapi Kenapa Banyak yang Masih Marah?
Prabowo Tegaskan Tak Bayar Utang Kereta Cepat: Warisan Jokowi atau Beban Baru?
Raja Juli Bocorkan Inisial R yang Akan Gabung ke PSI, Siapa Dia?