Di sudut Purwosari, Solo, lapak sederhana Pak Harsoyo masih setia berdiri. Usianya sudah 76 tahun. Sementara minat pada koran fisik kian merosot, pria ini justru bertahan dengan usahanya yang unik: menjual kliping koran. Sudah sejak 1984 ia tekun membaca, menggunting, dan menyusun berita. Padahal, dunia di luar sana sudah berubah drastis, dipenuhi gawai dan layar sentuh.
Rutinitasnya nyaris tak berubah. Setiap hari, mulai sekitar pukul sebelas siang hingga sembilan malam lebih, ia duduk di balik tumpukan koran dari berbagai penerbit. Satu per satu dibaca, lalu dipilah. Baru kemudian, guntingan-guntingan itu disusun rapi menjadi buku kliping berdasarkan tema. Seperti ritual yang tak pernah lekang.
Berawal dari Tugas Sekolah
Semua berawal dari hal sederhana. Dulu, anaknya yang masih duduk di bangku SD dapat tugas bikin kliping. Pak Harsoyo membantu. Ternyata, hasilnya menarik perhatian teman-teman sang anak. Permintaan pun berdatangan. Dari situ, ia menangkap peluang. "Kenapa tidak dicoba saja?" pikirnya. Akhirnya, ia memutuskan membuka jasa kliping secara mandiri.
Awalnya cuma sambilan. Tapi lama-lama, ia jalani dengan serius. Kini, dalam sehari ia bisa menghabiskan bacaan sepuluh koran berbeda. Berita-beritanya ia kelompokkan ke dalam 217 tema mulai dari pendidikan, sosial, hingga politik yang rumit. Ketelitian adalah kunci. Bagi dia, ini bukan cuma soal menggunting dan menempel. Lebih dari itu.
"Kliping ini tanggung jawab," katanya suatu kali.
Ia merasa punya peran menyediakan informasi yang dibutuhkan orang. Buktinya, karyanya dipakai untuk banyak hal: dari sekadar ngerjain PR anak sekolah, kelengkapan administrasi, sampai dokumentasi penting.
Artikel Terkait
KSAD Maruli Murka: Jembatan Darurat untuk Korban Bencana Diduga Disabotase
Siklon Harley Menguat, Waspada Hujan Lebat dan Gelombang Tinggi di Nusa Tenggara
Dialog Nasional Soroti Pemulihan Desa Pasca Bencana untuk Persiapan Indonesia Emas
Pemulihan Pascabencana Aceh-Sumatera: Sebagian Daerah Masuki Fase Transisi, Sebagian Lagi Perpanjang Status Darurat