Mencari Makna Islah di Tubuh NU: Jargon atau Agenda Perbaikan?

- Jumat, 26 Desember 2025 | 17:50 WIB
Mencari Makna Islah di Tubuh NU: Jargon atau Agenda Perbaikan?

Belakangan ini, konflik internal di tubuh PBNU memang menghangat. Dan islah pun jadi kata kunci untuk menyelesaikannya secara konstitusional. Berbagai elemen, mulai dari Rais Aam hingga Ketua Umum, konon telah membuka ruang dialog. Tujuannya jelas: mencegah perpecahan, menjaga ukhuwah jam’iyyah.

Memang, sejak lahir dulu, NU sudah punya semangat islah yang mengakar. Organisasi ini lahir sebagai respons terhadap kolonialisme, dengan niat memperbaiki kondisi umat. Caranya? Melalui pendidikan pesantren, dakwah, dan penguatan tradisi Islam yang moderat. Inklusif.

Dalam arti itu, NU sejak awal berfungsi sebagai jam’iyyah iṣlāḥ wa taqwiyah organisasi yang menegakkan perbaikan dan penguatan umat.

Sebagai bagian dari ahlus sunnah wal jama’ah, NU tak menutup diri dari perubahan. Asalkan hal baru itu membawa dampak positif, maslahat untuk umat. Orientasi ini selaras dengan konsep maqāṣid al-syarī‘ah, yang menempatkan kemaslahatan sebagai landasan.

Dua Sisi Islah: Moral dan Struktural

Seruan islah juga punya dimensi moral yang kuat. Ia bukan sekadar tindakan administratif. Lebih dari itu, ia adalah nasihat moral dari para sesepuh warisan tradisi keulamaan NU yang khas.

Hal ini digunakan agar penyelesaian masalah dilakukan dengan penuh hikmah, adab, dan akhlak Islam. Jadi, islah di NU bukan rekonsiliasi pragmatis belaka. Ia adalah proses tausiyah yang beradab.

Intinya, islah bukan kata kosong. Bukan mantra yang diulang-ulang untuk menciptakan kedamaian semu. Ia adalah agenda ganda: moral dan struktural. Menuntut tindakan nyata untuk memperbaiki kelembagaan, sekaligus memperteguh komitmen pada prinsip Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah dasar keberadaan NU.

Jika dijalankan dengan benar, berlandaskan nilai agama, aturan organisasi, dan kemaslahatan umat, konflik internal justru bisa jadi momentum berharga. Saat untuk tadabbur, evaluasi kelembagaan, dan penguatan kembali arah organisasi.

Khaerul Umam, Mahasiswa Magister Ilmu Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Halaman:

Komentar