Nuansa Natal yang mengharukan justru terasa di tempat-tempat pengungsian. Seperti di balik dinding Gedung Olahraga Pandan, Tapanuli Tengah. Duka bencana November lalu masih terasa, merenggut nyawa dan rumah.
Tapi semangat untuk merayakan kelahiran Kristus tak padam. Ratusan keluarga yang tinggal di pengungsian itu berkumpul, merayakan Natal bersama dalam kesederhanaan yang khidmat. Tema mereka pas: “Natal di Kandang Domba”.
Sorotan Paus Leo untuk Gaza
Di Vatikan, Paus Leo XIV menyampaikan berkat Natal pertamanya sejak terpilih. Khotbahnya menyentuh, penuh keprihatinan kemanusiaan. Ia mengaitkan kisah kelahiran Yesus di kandang yang rapuh dengan kondisi memilukan di Gaza.
“Bagaimana mungkin kita tidak memikirkan tenda-tenda di Gaza, yang selama berminggu-minggu terpapar hujan, angin, dan dingin?” ujar Leo.
Paus juga menyoroti penderitaan kaum tunawisma dan kehancuran akibat perang di mana-mana. Ia menyayangkan kaum muda yang dipaksa mengangkat senjata, menjadi korban kebohongan pidato-pidato bombastis.
“Rapuh pula pikiran dan kehidupan kaum muda yang dipaksa mengangkat senjata... yang merasakan ketidakmasukakalan dari tuntutan yang dibebankan kepada mereka,” lanjutnya.
Sunyi di Pantai Bondi
Jauh di Sydney, Australia, perayaan Natal di Pantai Bondi terasa sunyi. Itu dampak dari trauma penembakan massal beberapa waktu lalu yang menewaskan 16 orang. Meski ratusan orang masih datang, bahkan dengan topi Santa, suasana tak semeriah biasa. Pengamanan polisi diperketat di sepanjang pantai.
Thomas Hough, Kepala Patroli Penyelamat Pantai, bilang cuaca juga kurang bersahabat. Ombaknya besar. “Tapi orang-orang tetap datang,” ujarnya.
Sukacita yang Kembali di Bethlehem
Namun ada juga kabar baik. Di Bethlehem, Tepi Barat, Natal akhirnya bisa dirayakan lagi secara terbuka setelah lebih dari dua tahun terhalang perang. Ratusan umat memadati Gereja Kelahiran, salah satu situs tersuci bagi umat Kristiani, untuk misa pada Rabu malam (24/12).
Antusiasme terpancar jelas. Warga dan peziarah memenuhi Star Street yang bersejarah dalam pawai Natal, memadati alun-alun kota. Sebuah sukacita yang lama tertunda.
“Hari ini penuh dengan sukacita karena kami tidak bisa merayakannya sebelumnya akibat perang,” kata Milagros Anstas, seorang remaja 17 tahun. Kata-katanya mewakili perasaan banyak orang di sana.
Artikel Terkait
UMP 2026 Resmi Ditetapkan, Serikat Pekerja Soroti Kesenjangan dengan Harga Pasar
Diamankan dari Amuk Warga, Pencuri Motor di Condet Nyaris Tewas Dikeroyok
Tenda Darurat Dikirim, Aktivitas Belajar di Daerah Banjir Diharapkan Segera Pulih
Perang Tiket 60 Detik: Kisah Mahasiswa Berebut Kursi Teater Bintang yang Kembali Hidup