UPF bukan makanan bergizi. Sekalipun labelnya dipenuhi angka-angka kandungan nutrisi yang mentereng.
Makanan dan minuman yang masuk ke tubuh kita itu bukan cuma soal tabel gizi. Kalau kita cuma berkutat pada hitungan protein, kalori, atau vitamin, ya saya jadi bertanya-tanya sendiri soal kedalaman ilmu gizinya. Makanan yang baik itu bukan cuma halal, tapi juga thayyib. Baik dari cara pengolahannya, baik dampaknya bagi tubuh, dan baik pula efek jangka panjangnya.
Masalah besar UPF itu tidak akan terasa hari ini. Dampaknya baru akan menghantam 10 atau 20 tahun ke depan. UPF akan melahirkan generasi yang rentan sakit kronis di usia muda: diabetes, obesitas, hipertensi, kanker, penyakit autoimun, jantung koroner, stroke, sampai gagal ginjal.
Dan jangan lupakan dampaknya pada kesehatan jiwa. Salah satu studi besar, CASPIAN STUDY, menunjukkan hubungan yang kuat antara konsumsi UPF dengan kecenderungan mudah marah, agresi, rasa cemas, dan insomnia.
Ini bukan opini kosong. Ini data.
Program MBG seharusnya jadi investasi kesehatan jangka panjang untuk bangsa. Bukan malah jadi pintu masuk untuk menormalisasi makanan ultra-proses, hanya dengan dalih "sudah boleh" dan "asal wajar".
Anak-anak kita ini bukan objek eksperimen kebijakan. Mereka adalah amanah.
Jadi, ketika seorang profesor gizi berbicara dengan cara yang meremehkan bahaya UPF, diam bukan lagi sebuah pilihan. Saya angkat suara bukan untuk menjatuhkan siapa-siapa, tapi semata untuk melindungi.
Karena ilmu pengetahuan, tanpa diiringi keberanian moral, pada akhirnya justru bisa menjadi hal yang sangat berbahaya.
Tabik.
Artikel Terkait
Balig: Titik Awal Tanggung Jawab Syariat dalam Kehidupan Muslim
Atalia Praratya Berdoa di Tahun Baru, Sementara Isu Ridwan Kamil-Aura Kasih Masih Membara
Gugatan Cerai Melonjak: Perempuan Indonesia Kini Lebih Berani?
Natal dalam Bayang Duka dan Harapan: Dari Aceh hingga Bethlehem