“Kalau saya dibenci oleh maling-maling, koruptor, manipulator, penipu-penipu yang serakah, nggak apa-apa, nggak ada urusan. Saya dikasih peringatan: ‘Pak, hati-hati loh Pak, mereka uangnya banyak, mereka bisa bayar demo.’ Nggak ada urusan. Yang penting rakyat Indonesia mendukung saya. Saya tidak ragu-ragu,” ujarnya dengan nada mantap.
“Saya akan hadapi. Kalau koruptor-koruptor, maling, saya hadapi bersama saudara-saudara. Saya yakin rakyat Indonesia di belakang saya. Saya percaya itu,” tambahnya.
Pesan itu berulang kali disampaikannya: seluruh jajaran harus bekerja untuk rakyat. Ancaman pencopotan bagi menteri yang lalai selalu mengemuka.
Catatan Tiga Kali Perombakan
Sepanjang 2025, Prabowo memang telah beberapa kali mengubah formasi kabinetnya. Reshuffle pertama terjadi lebih awal, pada 19 Februari. Saat itu, Menteri Pendidikan, Sains, dan Teknologi, Soemantri Brodjonegoro, digantikan oleh Brian Yuliarto dari ITB. Latar belakangnya adalah gelombang protes internal di kementerian tersebut di bulan Januari.
Kemudian pada 8 September, giliran kursi menteri keuangan yang bergeser. Purbaya Yudhi Sadewa ditunjuk menggantikan menteri sebelumnya. Perombakan kedua ini juga mencatat pembentukan Kementerian Haji dan Umrah yang baru, dengan Mochamad Irfan Yusuf sebagai menterinya dan Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai wakil.
Namun urutan waktu agak menarik. Reshuffle ketiga justru terjadi lebih dulu, yaitu pada 19 Juli. Dalam perombakan besar ini, Prabowo melantik 11 pejabat. Pergeseran penting termasuk Djamari Chaniago yang menjadi Menkopolkam, dan Erick Thohir yang berpindah dari BUMN ke Kemenpora.
Ujian Memulihkan Kepercayaan
Menanggapi langkah-langkah itu, Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago melihat reshuffle sebagai langkah strategis Prabowo untuk memulihkan kepercayaan publik. Menurutnya, tantangan terberat adalah mengubah ketidakpercayaan (distrust) menjadi kepercayaan (trust).
“Pak Prabowo mau tidak mau harus memulihkan kepercayaan publik. Dan itu tidak mudah,” ujar Pangi di awal September.
Dia menilai keberanian presiden untuk mencopot menteri yang tak berpihak pada rakyat adalah kunci. “Jangankan membela rakyat, kebijakannya, statement-nya saja kadang kurang sekali, kering sekali bicara tentang rakyat,” katanya.
Bagi Pangi, konsep "the right man on the right place" tak cukup. Integritas harus jadi penilaian utama. “Kalau menteri itu tidak berintegritas, di situlah persoalannya. Saya melihat menteri-menteri yang dicopot itu ada indikasi Presiden Prabowo menilai dari KPI integritas,” paparnya.
Kecerdasan saja tidaklah cukup. Yang lebih penting, lanjutnya, adalah kemampuan bekerja dalam tim yang solid, didukung staf ahli dan riset yang mumpuni. Semua itu, harus terukur dengan KPI yang jelas. Itulah barometer sesungguhnya di tengah hiruk-pikuk wacana reshuffle yang tak kunjung padam.
Artikel Terkait
Di Balik Penolakan Status Bencana Nasional: Gengsi, Sawit, dan Ambisi Papua
Dua Kalimat di Kolong Jembatan Bandung yang Bikin Wisatawan Berhenti dan Berfoto
Bethlehem Kembali Bernyawa, Cahaya Natal Akhirnya Menyapa Malam
Susi Aminkan Kritik Pedas Anak Menteri: 80 Persen Pejabat Itu Maling