Sejarah peradaban manusia mencatat banyak nama besar. Tapi, hanya segelintir yang namanya tak lekang oleh waktu, terus dibicarakan dan diteliti berabad-abad setelahnya. Sosoknya melintasi benua, melewati batas-batas keyakinan.
Di antara nama-nama itu, berdiri Nabi Muhammad Saw. Pengakuan terhadapnya tak cuma datang dari kalangan muslim. Yang menarik, justru banyak berasal dari para orientalis dan sarjana Barat. Mereka datang dengan latar belakang dan prasangka yang beragam, namun seringkali pulang dengan satu hal: kekaguman.
Memang, bagi sebagian orang, kata 'orientalis' langsung terasosiasi dengan kritik terhadap Islam. Tapi realitanya lebih berwarna. Tak sedikit dari mereka yang, setelah menyelami penelitian secara mendalam, justru memberikan pengakuan yang jujur. Mereka bicara soal kehebatan pribadi Muhammad, kecerdasannya memimpin, integritasnya yang kokoh, dan tentu saja, pengaruhnya yang mengubah peta sejarah.
Michael H. Hart, sejarawan asal Amerika, punya pendapat yang cukup tegas. Dalam bukunya yang terkenal, "The 100", ia menempatkan Muhammad di urutan pertama.
"Muhammad adalah satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih kesuksesan luar biasa dalam ranah spiritual dan duniawi secara bersamaan," tulisnya.
Suara serupa datang dari Annie Besant, penulis dan aktivis Inggris. Dalam "The Life and Teachings of Muhammad", ia menyatakan, "Sungguh mustahil bagi siapa pun yang membaca sejarah hidupnya dengan tulus, tanpa prasangka, untuk tidak merasakan penghormatan yang mendalam terhadap manusia besar Arab ini."
Filsuf Skotlandia Thomas Carlyle bahkan lebih keras menyanggah narasi negatif yang beredar di Barat. Dalam karyanya "On Heroes, Hero-Worship and the Heroic in History", ia menyebut Muhammad sebagai "pahlawan dalam bentuk Nabi".
"Kebohongan kotor seperti itu menghina kita sendiri," cetusnya tentang propaganda keliru terhadap Nabi. "Kita tidak bisa percaya bahwa dusta dapat membangun agama sebesar Islam."
Di era yang lebih kontemporer, sejarawan Karen Armstrong melihat Muhammad dari kacamata yang lain. Baginya, beliau adalah "reformis sosial radikal" yang berhasil mengangkat martabat kelompok-kelompok yang terpinggirkan anak yatim, budak, perempuan, dan orang miskin. Sebuah perubahan sosial yang visioner.
Montgomery Watt, orientalis terkemuka, menyimpulkan dengan kata-kata yang lugas: “Muhammad was a sincere man… He was not a deceiver.” Ia juga menambahkan, “He deserves our admiration for founding a religion which guided countless people for centuries.”
Namun begitu, tentu tidak semua pandangan bernada positif. Gelombang kritik dan tuduhan negatif juga hadir dari beberapa kalangan orientalis. William Muir, sejarawan Inggris abad ke-19, misalnya. Dalam "Life of Mahomet", ia meragukan kenabian Muhammad dan mengaitkan wahyu dengan kondisi psikologis. Karyanya kerap dijadikan rujukan di era kolonial.
Artikel Terkait
Pantai Selatan Jember Berbahaya, Polisi Gencar Ingatkan Wisatawan
Dokter Samira Resmi Jadi Tersangka Pencemaran Nama Baik Richard Lee
Puncak Kembali One Way, 2.900 Kendaraan Serbu Jalur Wisata Sejak Subuh
Justin Hubner Tuntaskan Kisah Cinta dengan Cincin Rp 140 Juta di Malam Natal