Nah, selain penertiban lahan, Satgas PKH juga punya tugas lain: menagih denda administratif. Ini penting untuk memberikan efek jera. Langkah ini diambil agar para pelanggar pemanfaatan kawasan hutan bisa ditindak tegas, sesuai amanat revisi PP Nomor 24 Tahun 2021.
Untuk menghitung dendanya, Satgas PKH punya formula khusus. Misalnya untuk perkebunan sawit, rumusnya adalah luas lahan yang melanggar (dalam hektare) dikalikan lama pelanggaran (dikurangi estimasi 5 tahun usia tidak produktif), lalu dikalikan tarif denda Rp 25 juta per hektare per tahun.
Kalau untuk usaha pertambangan, ceritanya jadi lain lagi. Tarifnya berbeda-beda, menyesuaikan jenis komoditasnya. Saat ini, misalnya, sedang diwacanakan tarif tunggal. Untuk batu bara, tarifnya sekitar Rp 353,9 juta per hektare per tahun. Sementara untuk nikel, nilainya jauh lebih tinggi, mencapai sekitar Rp 6,5 miliar per hektare per tahun.
Intinya, kerja Satgas PKH ini tidak main-main. Penyerahan uang Rp 6,6 triliun itu bukan sekadar seremoni, tapi bukti nyata upaya penegakan hukum di sektor kehutanan. Tujuannya jelas: mengembalikan aset negara dan memberi sinyal bahwa pelanggaran akan dibayar mahal.
Artikel Terkait
Dari Buta Aksara ke Rangking Tiga, Kisah Nazril di Hadapan Gus Ipul
Arus Rip Current Nyaris Tewaskan Empat Wisatawan di Parangtritis
Kapolri Tinjau Gereja Katedral, Libatkan Banser dan Kokam untuk Amankan Natal
Wali Kota Pontianak Larang Pesta, Imbau Nataru Sederhana untuk Solidaritas Korban Banjir