Ketertutupan Pemerintah Lebih Berbahaya Daripada Status Bencana Nasional

- Rabu, 24 Desember 2025 | 12:00 WIB
Ketertutupan Pemerintah Lebih Berbahaya Daripada Status Bencana Nasional

Pesan kuncinya sederhana: negara yang berani mengakui krisis adalah negara yang bertanggung jawab. Sebaliknya, negara yang gemar menutup-nutupi bencana adalah negara yang sedang kehilangan kendali.

Kalau pemerintah takut menetapkan status bencana nasional hanya demi menghindari travel warning, patut dipertanyakan: siapa sebenarnya yang sedang dilindungi? Rakyat atau wajah kekuasaan? Ini masalah yang jauh lebih berbahaya daripada sekadar peringatan perjalanan.

Bencana nasional tidak menciptakan krisis. Ia hanya mengakui krisis yang sudah nyata ada. Reputasi Indonesia tidak rusak karena status, tapi karena pengabaian terhadap korban. Menunda status berarti menunda keselamatan. Citra negara yang baik dibangun dari keberanian bertanggung jawab, bukan dari penyangkalan.

Lalu, kenapa setiap bencana besar datang, pemerintah selalu sibuk menghindari kata ‘bencana nasional’? Bukan karena dampaknya kecil. Tapi karena konsekuensinya terlalu jujur.

Status itu berarti pengakuan: bahwa negara gagal mencegah, gagal melindungi, dan gagal siap. Itu sebabnya dihindari. Dengan tidak menetapkannya, APBN bisa ditahan, beban dilempar ke daerah, dan situasi bisa tetap dianggap “terkendali”.

Korban ribuan? Bukan masalah. Kota lumpuh? Bukan alasan. Selama status nasional tidak diumumkan, penderitaan warga bisa dikelola sebagai sekadar statistik. Bukan sebagai tanggung jawab yang mendesak.

Pemerintah sekarang juga paham. Banyak bencana hari ini bukan murni alam. Ia lahir dari kebijakan izin tambang serampangan, perusakan hutan, tata ruang ugal-ugalan di era sebelumnya. Menetapkan bencana nasional bisa membuka pintu pengakuan bahwa negara ikut bersalah. Maka, pilihan yang aman adalah diam secara administratif.

Sebagai seseorang yang pernah bertugas sebagai Area Manager Aceh untuk sebuah yayasan dari Amerika pasca-tsunami 2005 hingga 2012, saya punya keyakinan: Indonesia yang kuat bukanlah yang pandai menghindari status. Tapi yang berani bertanggung jawab. Selama bencana nasional terus ditolak, satu hal yang pasti diselamatkan bukanlah korban. Melainkan citra kekuasaan belaka.

Bandung, 24 Desember 2025

") Pemerhati Kebijakan Publik, Sekjen APP-Bangsa, Sekjen FTA.


Halaman:

Komentar